LAPORAN
PENELITIAN TINDAKAN KELAS
PENGEMBANGAN KEMAMPUAN DASAR BERBAHASA ANAK KELOMPOK B RA “I’ANATUS-SHIBYAN” DESA BLUMBUNGAN KECAMATAN LARANGAN KABUPATEN PAMEKASAN MELALUI BERCERITA DENGAN MENGGUNAKAN KATA GANTI AKU
TAHUN PELAJARAN 2009/2010
Oleh :
KHOLIFATUL AZIZAH, S.Pd.I.
NIP : 150 336 900
DEPARTEMEN AGAMA KABUPATEN PAMEKASAN
TAHUN 2009
KATA PENGANTAR
Kiranya tiada yang patut penulis ucapkan dalam kesempatan ini selain puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya. Sehingga dengan usaha yang maksimal mungkin penulis dapat menyelesaikan Penelitian Tindakan Kelas ini sebatas kemampuan penulis.
Disadari sepenuhnya bahwa tiada gading yang tak retak, begitu juga dalam Penelitian Tindakan Kelas ini. Apabila ada atau dijumpai beberapa kelemahan, baik dalam penulisan maupun isi, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan adanya saran-saran konstruktif dari semua pihak pencinta pendidikan demi penyempurnaan dalam penelitian berikutnya.
Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih dan semoga Penelitian Tindakan Kelas ini dapat bermanfaat dalam upaya peningkatan kwalitas pendidikan di masa sekarang maupun di masa yang akan datang.
Pamekasan, 1 Pebruari 2009
PENULIS
PENGEMBANGAN KEMAMPUAN DASAR BERBAHASA ANAK KELOMPOK B RA “I’ANATUS-SHIBYAN” DESA BLUMBUNGAN KECAMATAN LARANGAN KABUPATEN PAMEKASAN MELALUI BERCERITA DENGAN MENGGUNAKAN KATA GANTI AKU
TAHUN PELAJARAN 2009/2010
Oleh :
KHOLIFATUL AZIZAH, S.Pd.I.
( KEPALA RA I’ANATUS SHIBYAN DESA BLUMBUNGAN KECAMATAN LARANGAN KABUPATEN PAMEKASAN )
ABSTRAK
Pengembangan kemampuan dasar berbahasa di TK melalui bercerita dengan menggunakan kata ganti aku belum menunjukkan keberhasilan belajar minimal. Sebagai guru merasa prihatin dan ingin memperbaiki keadaan tersebut dengan mencoba suatu pendekatan pembelajaran yang bernuansa aktif dan kreatif juga menyenangkan. Dan ini merupakan salah satu solusi yang di tempuh yakni dengan mengembangkan kemampuan dasar berbahasa melalui bercerita dengan menggunakan kata ganti ”AKU”.
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui peningkatan kemampuan dan aktivitas belajar anak pada pengembangan kemampuan dasar berbahasa melalui bercerita dengan menggunakan kata ganti ”AKU”, khususnya pada kelompok B.
Subyek penelitian ini adalah anak kelompok B RA I’ANATUS SHIBYAN DESA BLUMBUNGAN KECAMATAN LARANGAN KABUPATEN PAMEKASAN Tahun pelajaran 2008/2009 yang terdiri dari 34 anak.
Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan pengembangan kemampuan anak dan aktifitas belajar anak dari siklus I sampai II. Pada siklus I dicapai kemampuan berbahasa dengan model pembelajaran klassikal melalui bercerita dengan kata ganti ”AKU” dan pada siklus II dicapai kemampuan berbahasa dengan model pembelajaran individu melalui bercerita bebas dengan menggunakan kata ganti ”AKU”. Sedangkan aktivitas belajar anak selama mengikuti pengembangan berbahasa melalui bercerita bebas dengan menggunakan kata ganti ”AKU” cukup tinggi baik pada siklus I maupun siklus II serta adanya peningkatan keaktifan belajar anak dari siklus I ke siklus II. Dari hasil penelitian ini dapat di simpulkan bahwa pengembangan kemampuan dasar berbahasa melalui bercerita dengan menggunakan kata ganti ”AKU” dapat meningkatkan mutu (aktivitas dan hasil) pengembangan di RA I’ANATUS SHIBYAN DESA BLUMBUNGAN KECAMATAN LARANGAN KABUPATEN PAMEKASAN. Khususnya pada kelompok B.
Kata Kunci : Bercerita menggunakan kata ganti ”AKU”.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN ................................................ ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
ABSTRAK .................................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................. v
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................. 4
C. Tujuan Penelitian ……………………………………………… 4
D. Manfaat Penelitian ................................................................. 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. PengembanganKemampuanDasar Berbahasa..................... 6
B. Pembelajaran Bercerita MenggunakanKata Ganti Aku......... 7
C. Tinjauan Materi Penelitian ...................................................... 9
D. Hipotesis Tindakan ................................................................. 10
BAB III PELAKSANAAN PERBAIKAN PEMBELAJARAN
A. Lokasi dan Subjek Penelitian ................................................. 11
B. Prosedur Penelitian ................................................................ 11
C. Pelaksanaan Tindakan ........................................................... 12
D. Instrumen Penelitian .............................................................. 14
E. Metode Pengumpulan Data ................................................... 15
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ………………………………………………… 16
B. Pembahasan .......................................................................... 19
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................ 21
B. Saran ..................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 23
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Format Kesediaan Sebagai Teman Sejawat
Dalam Penyelenggaraan PKP ................................................. 24
Lampiran 2 Surat Pernyataan ..................................................................... 25
Lampiran 3 Satuan Kegiatan Harian ........................................................... 26
Lampiran 4 Foto penelitian.......................................................................... 28
.
***
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kenyataan saat ini menunjukkan bahwa pencapaian tujuan pengembangan kemampuan dasar berbahasa melalui bercerita dengan menggunakan kata ganti aku masih belum memenuhi harapan. Hal ini diindikasikan dengan rendahnya hasil kemampuan belajar anak. Dari tugas-tugas, lomba-lomba bercerita menunjukkan bahwa penguasaan anak terhadap pengembangan kemampuan dasar berbahasa melalui bercerita masih relative rendah. Kenyataan ini mungkin di sebabkan anak hanya cenderung diajar bercerita tanpa di sertai dengan pemahaman kata ganti aku yang baik.
Berdasarkan hasil lomba-lomba bercerita di tingkat TK setiap tahunnya yang di selenggarakan oleh Dinas Pendidikan dapat disimpulkan bahwa pengembangan kemampuan dasar berbahasa melalui bercerita kurang meningkat yakni penggunaan bahasa dengan kata ganti aku yang selalu berubah-ubah dari awal cerita sampai akhir cerita yaitu dari aku ke saya dari saya ke aku sehingga di rekomendasikan penggunaan kata ganti aku pada kemampuan dasar berbahasa melalui bercerita.
Pada kenyataannya hasil pengembangan kemampuan dasar berbahasa anak kelompok B RA I’anatus Shibyan Desa Blumbungan Kecamatan Larangan Kabupaten Pamekasan, masih belum memuaskan, masih cukup banyak anak memperoleh hasil belajar di bawah standar keberhasilan belajar minimal yang telah di tetapkan. Dari hasil evaluasi harian terakhir yang di laksanakan di peroleh data dari 34 anak kelompok B terdapat 30 anak hasil belajarnya di bawah standar kemampuan pengembangan berbahasa minimal. Dari kenyataan di atas terlihat masih banyak anak yang tidak mampu mengembangkan kemampuan dasar bercerita dengan kata ganti aku yang di ajarkan guru.
Permasalahan ini yang mendasari munculnya gagasan untuk menekankan pada pengembangan kemampuan dasar berbahasa melalui bercerita dengan menggunakan kata ganti AKU dengan aktif membangun pembelajaran berbasis kompetensi dengan memfokuskan pada aktivitas anak dalam mengkonstruksi pengembangan kemampuan dasar berbahasa melalui bercerita dengan menggunakan kata ganti AKU.
Berkenan dengan pengembangan kemampuan dasar berbahasa melalui bercerita dengan menggunakan kata ganti aku pada kelompok B di RA I’anatus Shibyan Desa Blumbungan Kecamatan Larangan Kabupaten Pamekasan dengan usia 4-6 tahun di tandai oleh kemampuan sebagai berikut (Depdiknas, 2000; 5) :
1. Mampu menggunakan kata ganti aku dan berkomunikasi
2. Memiliki berbagai perbendaharaan kata kerja, kata sifat, kata keadaan. Kata tanya, dan kata sambung.
3. Menunjukkan pengertian dan pemahaman tentang sesuatu.
4. Mampu mengungkapkan pikiran, perasaan dan tindakan dengan menggunakan kalimat sederhana.
5. Mampu membaca dan mengungkapkan sesuatu melalui gambar.
Dengan demikian seorang anak dapat memperhatikan menyampaian cerita sederhana yang sesuai dengan karakter dan potensinya.
Seorang anak mempunyai karakter danpotensi untuk menyerap segala hal lebih cepat sehingga lebih mudah membentuk dan mengarahkan dirinya. Hal ini sesuai dengan tujuan program kegiatan belajar taman kanak- kanak, (depdiknas, PKB TK GBPKB, TK, 1996 : 1) yaitu untuk meletakkan dasar ke arah pengembangan sikap, pengetahuan, keterampilan dan daya cipta yang di perlukan oleh anak didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan dan untuk pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya.
Dengan demikian RA sebagai lembaga pendidikan formal tidak boleh mengenyampingkan sisi pendidikan yang harus di serap oleh seorang anak berupa tata nilai yang ada dalam cerita-cerita anak usia prasekolah. Pendidikan taman kanak-kanak harus dapat berusaha semaksimal mungkin untuk dapat menciptakan situasi pembelajaran yang dapat mengembangkan seluruh potensi anak termasuk pengembangan berbahasa.
Menurut Piaget (Tampubolon, 1991) sejak lahir hingga dewasa pikiran anak berkembang melalui jenjang berperiode sesuai dengan tingkatan kematangan anak itu secara keseluruhan dengan interaksi-interaksinya dengan lingkungannya “bahasa anak juga berkembang sesuai dengan jenjang-jenjang itu. Jenjang-jenjang yang sesuai dengan tahap perkembangan anak TK adalah sebagai berikut :
1. Jenjang sensorimotoris : sejak lahir hingga 18/24 bulan, dalam mendekati akhir periode ini sesudah bahasa anak mulai tumbuh, pikiran dimaksud juga mulai tumbuh.
2. Jenjang properasional : 18/24 bulan hingga 6/7 tahun dengan ciri dalam perkembangan kemampuan berfikir dengan bantuan simbol-simbol (lambang-lambang)
Dengan demikian pengembangan kemampuan dasar berbahasa melalui bercerita dengan menggunakan kata ganti AKU dapat mengembangkan beberapa aspek fisik maupun psikologis bagi anak Taman Kanak-kanak sesuai dengan tahap perkembangannya.
Salah satu pengembangan kemampuan dasar berbahasa yang di kembangkan di kelompok B RA I’anatus Shibyan Desa Blumbungan Kecamatan Larangan Kabupaten Pamekasan, adalah metode bercerita dengan menggunakan kata ganti AKU yang hal ini masih sulit dirasakan anak sebab pada umumnya guru hanya bercerita, tanya jawab dan meminta anak bercerita sesuai dengan bahasanya sendiri tanpa ada panduan atau bimbingan yang baik. Dan tanpa memberi kesempatan pada anak untuk berbicara sesuai apa yang mereka ucapkan sesuai dengan kata ganti yang mereka inginkan. Pendekatan pembelajaran baik klasikal maupun individu salah satu alternatif agar anak dapat memiliki perbendaharaan kata yang di butuhkan untuk berkomunikasi sehari-hari sehingga dapat meningkatkan prestasi bagi anak.
Bertolak dari uraian di atas, maka dilakukan penelitian tindakan kelas dengan judul “Pengembangan Kemampuan Dasar Berbahasa Anak Kelompok B RA I’anatus Shibyan Desa Blumbungan Kecamatan Larangan Kabupaten Pamekasan Melalui Bercerita Dengan Menggunakan Kata Ganti Aku Tahun Pelajaran 2008/2009“.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah pengembangan kemampuan dasar berbahasa melalui bercerita menggunakan kata ganti aku dapat meningkatkan hasil belajar anak kelompok B RA I’anatus Shibyan Desa Blumbungan Kecamatan Larangan Kabupaten Pamekasan tahun pelajaran 2008/2009 pada kompetensi dasar berkomunikasi dan perbendaharaan kata ?
2. Bagaimanakah aktivitas belajar anak kelompok B RA I’anatus Shibyan Desa Blumbungan Kecamatan Larangan Kabupaten Pamekasan tahun pelajaran 2008/2009 pada saat pengembangan kemampuan dasar berbahasa melalui bercerita menggunakan kata ganti AKU pada kompetensi dasar berkomunikasi dan perbendaharaan kata ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini antara lain adalah :
1. Untuk mengetahui pengembangan hasil belajar anak kelompok B RA I’anatus Shibyan Desa Blumbungan Kecamatan Larangan Kabupaten Pamekasan tahun pelajaran 2008/2009 setelah pengembangan kemampuan dasar berbahasa melalui bercerita menggunakan kata ganti aku pada kompetensi dasar berkomunikasi dan perbendaharaan kata.
2. Untuk mengetahui aktivitas belajar anak kelompok B RA I’anatus Shibyan Desa Blumbungan Kecamatan Larangan Kabupaten Pamekasan tahun pelajaran 2008/2009 pada saat pengembangan kemampuan dasar berbahasa melalui bercerita menggunakan kata ganti aku pada kompetensi dasar berkomunikasi dan perbendaharaan kata.
D. Manfaat Penelitian
Dengan tercapainya tujuan penelitian di atas, maka manfaat yang di harapkan sebagai berikut :
1. Menambah wawasan bagi guru mengetahui pengembangan kemampuan dasar berbahasa melalui bercerita dengan menggunakan kata ganti AKU yang lebih baik, sehingga dapat memperbaiki mutu pengembangan di kelas.
2. Mengembangkan hasil belajar anak khususnya pada kompetensi dasar berkomunikasi dan perbendaharaan kata.
3. Hasil penelitian ini dapat memberi sumbangan yang baik bagi Taman Kanak-kanak khususnya RA I’anatus Shibyan Desa Blumbungan Kecamatan Larangan Kabupaten Pamekasan dalam rangka perbaikan kualitas pengembangan kemampuan dasar berbahasa.
***
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengembangan Kemampuan Dasar Berbahasa
Kurikulum berbasis kompetensi telah mengakomodasi berbagai kebutuhan hidup yang memungkinkan anak didik memiliki kesiapan untuk bersaing, bertahan hidup serta menjadi warga negara yang memiliki keterampilan hidup. Selain itu KBK baru membuat rambu-rambu pokok sehingga perlu pengembangan lebih lanjut agar implementasinya dilapangan sesuai dengan yang di harapkan. Pengembangan kemampuan berbahasa dalam KBK 2004. bertujuan agar anak mampu mengungkapkan pikiran melalui bahasa yang sederhana secara tepat, mampu berkomunikasi secara efektif dan membangkitkan minat untuk dapat berbahasa Indonesia serta memiliki perbendaharaan kata.
Standar kompetensi, hasil belajar dan indikator kemampuan berbahasa anak TK baik kelompok A dan B telah tertuang di kurikulum berbasis kompetensi 2004. Dan semuanya dapat di perkaya/disesuaikan dengan situasi dan kondisi dimana kegiatan belajar akan berlangsung. Untuk itu sangat di butuhkan kreativitas guru dalam rangka memperkaya indikator-indikator di setiap hasil belajar. Dan pendidik sebagai salah satu pelaku utama dalam pengajaran harus memahami teori-teori belajar dan pembelajaran, strategi pembelajaran, metode-metode mengajar dan lain-lain. Penerapan teori belajar merupakan suatu tuntutan yang harus dilaksanakan dan disesuaikan dengan topik-topik tertentu untuk dipraktekkan di lapangan.
Sebagaimana diketahui fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi yang dilakukan secara lisan, tulisan maupun perbuatan, setiap orang mempunyai kesanggupan untuk menyatakan apa yang terkandung dalam pikirannya melalui bahasa. Menjadi kewajiban orang tua dan guru untuk melakukan berbagai usaha dalam pengembangan kemampuan berbahasa yang menyenangkan bagi anak karena bahasa itu sendiri memiliki fungsi sebagai alat untuk menyatakan diri serta untuk menangkap pikiran dan perasaan orang lain.
Pengembangan bahasa pada anak usia Taman Kanak-kanak perlu mendapatkan perhatian penting mengingat bahwa bahasa merupakan pusat dari pengembangan aspek-aspek yang lain. Aspek-aspek yang berkaitan dengan perkembangan bahasa anak adalah: kosakata, sintaks (tata bahasa), semantik (penggunaan kata yang sesuai tujuannya), fonem (bunyi kata).
Sesuai dengan pendapat Vigofsky tentang prinsip-prinsip ZPD (zone proximal development) yaitu zona yang berkaitan dengan perubahan dari potensi yang dimiliki anak menjadi kemampuan aktual (Seefeld dan Barbour, 1994;39) maka prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam menggabungkan kemampuan bahasa anak usia taman kanak-kanak adalah:
1. Interaksi: interaksi anak dengan lingkungan disekitarnya akan membantu anak memperluas kosa katanya dan memperoleh contoh-contoh dalam menggunakan kosa kata tersebut secara tepat.
2. Ekspresi: mengekspresikan kemampuan bahasa anak dapat dilakukan melalui pemberian kesempatan kepada anak untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya secara bebas.
B. Pembelajaran Bercerita Dengan Menggunakan Kata Ganti AKU
Yang dimaksud bercerita adalah kegiatan bertutur kata yang dilakukan anak secara individu atau klasikal yang diperlihatkan kepada guru dan anak-anak yang lainnya, dengan menentukan sendiri isi cerita baik kosakata, intonasi dan menurut pengalaman yang sudah dialami anak, artinya kegiatan bercerita yang dilakukan anak hanya mengandalkan suara dan gerak tubuh dan perbendaharaankata.
Melalui bercerita dengan menggunakan kata ganti AKU dalam pengembangan kemampuan dasar berbahasa dapat dilakukan dengan ketentuan bercerita yang mudah dipahami anak sebagai awal pembelajaran. Kemudian anak diberi kesempatan untuk bercerita sesuai dengan kemampuan anak dalam hal penggunaan kata ganti aku selanjutnya anak diberi kesempatan mengutarakan idenya lewat kemampuan berbicara.
Peran guru disini hanya mendengarkan, memperhatikan dan memotifasi serta membimbing mereka dengan tepat dan mudah dipahami anak untuk bercerita menggunakan kata ganti aku dengan memperkaya perbendaharaan kata.
Menurut Prof. Dr. Tampubolon, 1991;50” bercerita kepada anak memainkan peranan penting bukan saja dalam menumbuhkan minat dan kebiasaan membaca tetapi dalam mengembangkan bahasa dan pikiran anak ”. Dengan demikian fungsi bercerita bagi anak usia 4-6 tahun adalah membantu perkembangan bahasa anak. Sehingga akan menambah perbendaharaan kosakata, kemampuan mengucapkan kata-kata dan melatih merangkai kalimat sesuai dengan tahap perkembangannya. Dalam penyampaian cerita dengan menggunakan kata ganti AKU tiap anak berbeda latar belakang dan cara belajarnya. Untuk itu di harapkan guru memahami gaya belajar anak baik individual maupun klasikal dengan mengacu pada pembelajaran terpadu dan tematik yang berpusat pada anak.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Prof. Dr. Tampubolon 1991:50 ”isi cerita hendaknya sesuai dengan tingkatan pikiran dan pengalaman anak”. Dengan demikian implementasi bercerita pada pengembangan kemampuan dasar berbahasa di TK berdasarkan program kegiatan belajar TK pada tema-tema dan garis-garis besar program kegiatan belajar. Depdiknas, 1996 untuk kelompok A dan kelompok B. Sesuai dengan indikator –indikator yang ada serta mengacu pada prinsip-prinsip belajar di TK.
Pengembangan kemampuan dasar berbahasa melalui bercerita dengan menggunakan kata ganti AKU yang dimaksud dalam tulisan ini adalah pengembangan perbendaharaan kata dan komunikasi anak sebagai sumber pembelajaran bercerita yang semakin abstrak. Dengan begitu betapa pentingnya bercerita dengan menggunakan kata ganti aku yang sesuai dengan hasil belajar, indikator dan kompetensi dasar di kurikulum merupakan jabaran karakteristik suatu kompetensi.
Yang secara spesifik dapat dijadikan ukuran untuk menentukan dan memiliki ketercapaian hasil belajar dengan mengacu pada karakteristik pengembangan berbahasa melalui bercerita dengan menggunakan kata ganti aku. Maka langkah-langkah proses pengembangan berbahasa melalui bercerita menggunakan kata ganti aku pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
Langkah : 1. Penataan posisi duduk anak dan guru
Guru meminta anak duduk melingkar dengan guru dengan bentuk lingkaran besar.
Langkah : 2. Penjelasan aturan bercerita
Guru menjelaskan lebih detil dengan cara memberi petunjuk atau saran-saran terbatas tentang cerita dengan penggunaan kata ganti aku secara klasikal dan individual.
Langkah : 3. Kegiatan bercerita
Guru meminta anak untuk mendengarkan cerita dengan menggunakan kata ganti aku secara seksama dengan penekanan pada kata ganti AKU disimak dengan baik. Jadi semua anak harus konsentrasi mendengarkan dan menyimak cerita yang sedang dituturkannya.
Langkah : 4. menjawab pertanyaan
Guru mengajak anak tanya jawab seputar isi cerita dengan menggunakan kata ganti AKU. Tahap ini dapat digunakan untuk melatih pendengran dan keberanian anak untuk berbicara tentang apa yang mereka dengar atau rekam di memori ingatannya dan apa yang ingin mereka ucapkan dengan menekankan pada kata ganti AKU.
Langkah : 5. Mengulang kembali isi cerita
Guru meminta anak untuk mengulang keseluruhan cerita yang sudah di rangkai guru dan tak lupa menyebutkan kata ganti aku dalam isi cerita tersebut.
C. Tinjauan materi penelitian
Berdasarkan kurikulum 2004, standar kompetensi dengan hasil belajar ke 4 kelompok B TK DHARMA WANITA PERSATUAN Kedungdung semester II adalah memiliki perbendaharaan kata yang diperlukan untuk berkomunikasi sehari-hari dan bersandar pada indikator 8 yaitu bercerita menggunakan kata ganti aku, saya, kamu, dia, mereka.
D. Hipotesis tindakan
Hipotesis tindakan dalam penulisan ini adalah “Pengembangan kemampuan dasar berbahasa melalui bercerita menggunakan kata ganti AKU dapat meningkatkan kemampuan berbahasa anak kelompok B RA I’anatus Shibyan Desa Blumbungan Kecamatan Larangan Kabupaten Pamekasan Tahun Pelajaran 2008/2009 pada kompetensi dasar berkomunikasi dan perbendaharan kata “.
***
BAB III
PELAKSANAAN PERBAIKAN PEMBELAJARAN
A. Lokasi dan Subjek Penelitian
Penelitian dilaksanakan di kelas kelompok B RA I’anatus Shibyan Desa Blumbungan Kecamatan Larangan Kabupaten Pamekasan. TK tersebut merupakan Taman bermain anak yang peminatnya mayoritas masyarakat desa Blumbungan dan sekitarnya, subjek penelitian adalah anak kelompok B RA I’anatus Shibyan Desa Blumbungan Kecamatan Larangan Kabupaten Pamekasan pada semester II tahun pelajaran 2008/2009 dengan jumlah anak 34 orang, yang terdiri atas 14 anak laki-laki dan 20 anak perempuan. Dipilihnya kelompok B sebagai subjek penelitian karena banyak anak yang memiliki kemampuan bahasa relatif rendah dengan keberhasilan belajar di bawah minimal dalam hal ini terindikasi dari rendahnya hasil belajar dan peran aktif mereka dalam proses pembelajaran di kelas melalui bercerita menggunakan kata ganti AKU.
B. Prosedur Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK). Sesuai dengan karakteristik PTK. Penelitian ini dirancang dengan menggunakan model siklus, Penelitian dilakukan dalam dua siklus, setiap siklus memerlukan waktu dua kali tatap muka (2 x ½ jam pembelajaran). Hasil dari satu siklus disempurnakan pada siklus berikutnya sampai mendapatkan hasil belajar yang maksimal. Dengan demikian akan di temukan sebuah strategi pembelajaran yang efektif dan efisien.
Menurut Taggart kemous setiapsiklus penelitian tindakan kelas terdiri atas empat tahapan, yaitu: (1) membuat rencana tindakan (plaining), (2) melaksanakan tindakan (acting), (3) mengadakan penentuan (observing), dan (4) mengadakan refleksi (reflecting), hasil reflecting menjadi masukan pada replaining untuk siklus berikutnya (kemmis, 1988 ; 10).
C. Pelaksanaan Tindakan
1. Tindakan Prasiklus
Pada kegiatan prasiklus, peneliti melakukan pengamatan awal untuk menginventarisasi permasalahan dalam pembelajaran, selanjutnya peneliti menentukan satu masalah yang di anggap urgen dan dapat segera di atasi, yaitu masalah kurangnya peran aktif anak dalam proses pembelajaran, sehingga prestasi belajar bahasa melalui metode bercerita relatif rendah. Hal ini disebabkan bahwa selama ini pembelajaran bercerita kurang diminati anak untuk mengulangnya, untuk melakukan tindakan lanjutan peneliti menyusun suatu metode pembelajaran yang menarik yaitu dengan memulai bercerita menggunakan kata ganti AKU yang mudah dipahami anak.
Di samping itu pada tahap ini peneliti menyampaikan pada anak tentang: 1. Model pembelajaran dengan pendekatan bercerita (bercerita menggunaan kata ganti AKU), 2. Semua aktivitas saat pembelajaran akan diamati dan dinilai.
2. Tindakan Siklus I
1. Rencana Tindakan
1. Menyusun rencana pembelajaran dengan pendekatan bahasa bercerita dengan indicator pembelajaran adalah bercerita menggunakan kata ganti AKU.
2. Menyiapkan instrumen penelitian, yaitu lembar observasi anak saat pembelajaran dan lembar evaluasi tahap perkembangan bahasa anak.
3. Guru melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan pengembangan bahasa bercerita menggunakan kata ganti AKU.
2. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan program pengajaran dilakukan dalam dua siklus, pada setiap siklusnya diadakan dua kali pertemuan dengan rincian pertemuan pertama adalah proses kegiatan belajar mengajar dan pertemuan kedua adalah evaluasi atau penilaian. Pada tahap ini yaitu melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan pengembangan bahasa bercerita menggunakan kata ganti aku sesuai dengan yang direncanakan pada tahap perencanaan. Secara lengkap pada pertemuan dalam proses belajar mengajar dilakukan sebagai berikut :
a. Guru membuka pelajaran, dengan membentuk posisi duduk melingkar.
b. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, memotivasi anak dengan menguraikanpentingnya belajar bercerita dan serta menjelaskan tentang pelaksanaan pembelajaran kepada anak.
c. Guru meminta semua anak mendengarkan ceritanya dengan penekanan pada kata ganti aku didengarkan secara seksama sampai selesai.
d. Mmengingat kembali tentang apa yang sudah diceritakan guru melalui pertanyaan-pertanyaan.
e. Guru meminta anak untuk mengulang keseluruhan cerita yang sudah disampaikannya dengan menekankan pada kata aku, guru menfasilitasi cerita anak untuk lebih menggunakan kata ganti aku pada rangkaian cerita.
3. Observasi dan Evaluasi
Pada saat pelaksanaan pembelajarandipantau oleh pengamat untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan tindakan dapat menghasilkan perubahan yang di inginkan.pemantauan dilakukan oleh pengamat dengan mengisi instrumen yang sudah di siapkan untuk membantu kegiatan anak saat pembelajaran.
4. Analisis Hasil dan Refleksi
Hasil yang diperoleh dalam kegiatan observasi dan hasil penilaian selanjutnya dianalisis. Berdasarkan hasil analisis data aktivitas dan penilaian hasil belajar anak, guru dapat menyimpulkan apakah kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan telah mencapai tujuan penelitian, hasil refleksi pada siklus I, digunakan untuk merencanakan tindakan perbaikan yang akan dilakukan pada pelaksanaan tindakan siklus berikutnya.
3. Tindakan Siklus II
Kegiatan pada siklus II dilaksanakan setelah mempelajari hasil refleksi pada siklus I yaitu bagaimana hasilnya, apa kekurangannya dan apa yang harus dilakukan selanjutnya, hal ini dilakukan agar pada siklus II dapat dilaksanakan tindakan yang lebih efektif.
Tahap-tahap tindakan pada siklus II sama dengan yang di laksanakan pada siklus I namun pada model pembelaharan yang berbeda yaitu pada indikator pembelajaran pengembangan bahasa yaitu bercerita menggunakan kata ganti aku secara individual.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen-instrumen yang di gunakan dalam penelitian ini antara lain:
1. Lembar observasi aktivitas belajar anak
Instrumen ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang aktivitas anak selama mengikuti pembelajaran, di dalam instrumen ini pengamat akan memberikan skor pada aspek aktivitas yang dilakukan anak.
2. Lembar evaluasi
Instrumen ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang hasil belajar anak pada kompetensi dasar berkomunikasi dan perbendaharaan kata setelah mengikuti pembelajaran bahasa dengan metode bercerita menggunakan kata ganti aku.
E. Metode Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data penelitian digunakan metode-metode sebagai berikut :
1. Metode Observasi (pengamatan)
Pengamat melakukan observasi pada saat pelajaran berlangsung. Kegiatan yang dilakukan pengamat adalah mengamati aktivitas anak selama mengikuti pembelajaran dan mencatat hasil pengamatannya dalam lembar pengamatan yang telah disediakan.
2. Metode Evaluasi
Evaluasi dilakukan pada setiap akhir siklus, data hasil evaluasi digunakan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar anak setelah di ajar dengan pembelajaran bahasa dengan metode bercerita, sebelum lembar evaluasi digunakan dalam penelitian, instrumen evaluasi yang di susun di evaluasi terlebih dahulu. Karena keterbatasan waktu, validasi lembar evaluasi hanya dilakukan oleh teman sejawat. Validasi lembar evaluasi meliputi :
1. Kesesuaian evaluasi dengan tujuan pembelajaran
2. Kesesuaian evaluasi dengan materi
3. Komunikatif bahasa yang digunakan
4. Kesesuaian waktu yang di gunakan dalam pembelajaran
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Hasil penelitian yang dibahas meliputi hasil perencanaan penelitian, pelaksanaan dan observasi kegiatan anak saat pembelajaran serta hasil evaluasi pada setiap akhir siklus.
Siklus I
1. Perencanaan Tindakan
Dalam upaya mencapai tujuan penelitian tindakan kelas ini dan sesuai dengan PTK yang digunakan maka pada tahap perencanaan dihasilkan antara lain
a. Rencanan pembelajaran
b. Lembar observasi aktivitas
c. Lembar evaluasi hasil belajar anda
2. Pelaksanaan Tindakan dan Observasi
Pada saat penelitian anak kelompok B di bentuk model pembelajaran klassikal.Tahap ini merupakan implementasi tindakan dalam bentuk pembelajaran satu kali pertemuan. Pembelajaran pada siklus ini di kenakan pada indikator Berkomunikasi secara lisan yang merupakan pengembangan bahasa dalam hal bercerita menggunakan kata ganti aku. Bertindak sebagai pengamat adalah Ibu Hj. ST.Halimatus Sak’diyah S.P. Karena keterbatasan maka yang diobservasi hanya 3 anak .
Pelaksanaan tindakan pada siklus ini dapat berlangsung baik dan lancar serta hasil yang memuaskan. Pada saat pembelajaran berlangsung pengamat melalui catatan lapangan mengamati hal-hal sebagai berikut :
a. Pembelajran belum sepenuhnya berpusat pada anak, hal ini disebabkan perhatian anak terhadap metode bercerita yang sesuai dengan pengembangan bahasa anak.
b. Pembelajaran belum berlangsung secara optimal sesuai skenario, masih di temukan beberapa anak yang ragu-ragu bercerita. Dalam pembelajaran terlihat ramai atau gaduh.
Berdasarkan evaluasi pengembangan berbahasa anak melalui bercerita menggunakan kata ganti aku setelah siklus I dari 34 anak yang mengikuti banyak anak yang belum mencapai hasil belajar yang maksimal dan belum dicapai tuuan pendelitian yang ditetapkan.
3. Analisis dan Refleksi
Berdasarkan hasil analisis data pada siklus 1 maka di lakukan refleksi untuk menetapkan tindakan perbaikan apa saja yang dapat dilakukan dalam pemebelajaran berikutnya sehingga tujuan penelitian tercapai.
Temuan pada refleksi siklus 1
Dari catatan pengamat maka pelaksanaan tindakan pada siklus 1 dapat direfleksikan sebagai berikut :
a. Beberapa anak masih ragu bercerita menggunakan kata ganti aku pada saat pembelajaran.
b. Volume suara anak terlalu pelan, sehingga pembicaraan kurang dapat didengar anak yang lain.
c. Anak belum terbiasa di ajak melakukan penelitian tindakan kelas dengan pembelajaran berpusat pada anak dengan metode bercerita menggunakan kata ganti AKU
d. Pada saat mengulang cerita secara klasikal, beberapa anak masih ragu-ragu karena anak belum terbiasa terhadap model pembelajaran bercerita secara klasikal.
e. Sebagian besar anak masih bingung dalam menyelesaikan cerita menggunakan kata ganti aku.
f. Rencana perbaikan
Dari informasi tersebut selanjutnya dilakukan perbaikan antara lain :
a. Guru meminta anak bersungguh-sungguh mendengarkan cerita dengan menggunakan kata ganti AKU.
b. Guru memberikan motivasi agar setiap anak tidak malu dan ragu berbicara tentang ceritanya. Volume suara anak pada saat mengulang cerita harus keras sehingga dapat di dengar dengan baik oleh anak lainnya.
c. Anak lebih di dorong untuk dapat menjawab pertanyaan guru, guna mengingat apa yang didengar dan di ceritakan oleh guru sehingga anak dapat mengulang cerita dengan menggunakan kata ganti AKU.
Siklus II
1. Perencanaan Tindakan
Seperti pada perencaan tindakan siklus I, pada siklus ini di susun skenario pembelajaran dan instrumen yang tidak jauh berbeda dengan siklus I, namun terdapat revisi sesuai dengan hasil analisis dan refleksi pada siklus I diantaranya:
a. Rencana pembelajaran di susun sesuai dengan indikator pembelajaran berlangsung yang lebih dekat dan mudah di pahami anak.
b. Memberikan motivasi agar setiap anak tidak malu dan ragu bercerita, volume suara anak pada saat bercerita harus keras sehingga dapat didengar oleh anak lain.
c. Anak lebih di dorong untuk menjawab pertanyaan, ,mengulang isi cerita yang lebih bagus agar tidak terjadi di siklus I yaitu hanya anak tertentu saja yang aktif mengikuti kegiatan cerita dengan menggunakan kata ganti aku.
2. Pelaksanaan Tindakan dan Observasi
Pembelajaran pada siklus II dikenakan pada indikator bercerita menggunakan kata ganti aku dengan model pembelajaran individual. Pelaksanaan tindakan pada siklus II ini dapat berlangsung baik dan lancar serta dapat hasil yang memuaskan. Dari hasil pengamatan tampak bahwa temuan negatif yang terlihat pada siklus I tidak terlihat lagi pada siklus II. Sementara itu, temuan positif yang tampak meliputi:
a. Anak lebih senang dalam kegiatan pembelajaran
b. Anak berkesempatan dapat belajar bercerita secara individu
c. Dalam pembelajaran, adanya kesan ramai atau gaduh merupakan bentuk dari aktivitas anak
d. Semua anak aktif dalam pembelajaran
Berdasarkan data evaluasi belajar anak setelah siklus II dari 23 anak yang mengikuti pengembangan berbahasa bercerita menggunakan kata ganti aku sudah mencapai hasil belajar yang maksimal dengan model pembelajaran individu. Untuk itu siklus II sudah tercapai tujuan penelitian yang telah di tetapkan,maka siklus II tidak perlu dilanjutkan pada siklus berikutnya atau tindakan berhenti pada siklus II.
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis data pada bagian prasiklus tampak bahwa mayoritas anak kelompok B RA I’anatus Shibyan Desa Blumbungan Kecamatan Larangan Kabupaten Pamekasan mempunyai motivasi belajar bahasa melalui bercerita dengan menggunakan kata ganti AKU rendah, kurang tertarik pada pembelajaran yang selama ini di terapkan guru. Namun, disisi lain mereka memiliki kemauan untuk memperoleh hasil belajar yang baik pada pengembangan kemampuan dasar bahasa melalui bercerita menggunakan kata ganti AKU. Oleh karena itu, upaya peningkatan pengembangan kemampuan dasar berbahasah merupakan sesuatu yang urgen untuk segera di wujudkan dengan menggunakan pembelajaran melalui bercerita menggunakan kata ganti AKU.
Keefektifan pengembangan dengan bercerita menggunakan kata ganti AKU dapat dilihat dari proses dan hasil pembelajaran selama dua siklus penelitian. Dilihat dari proses pengembangan bercerita menggunakan kata ganti AKU menunjukkan betapa aktifnya anak dalam pembelajaran, baik individu maupun klasikal, juga aktivitas belajar anak dari keseluruhan aspek pengamatan sangat bagus.
Ditinjau dari hasil belajar, pengembangan pembelajaran dengan bercerita menggunakan kata ganti AKU menunjukkan keberhasilan yang cukup baik. Dari evaluasipun anak dinyatakan mampu bercerita menggunakan kata ganti AKU pada siklus I dan II serta hasil belajarnya meningkat dari siklus I ke siklus II. Dengan kata lain pengembangan bercerita mnggunakan kata ganti AKU dapat meningkatkan pengembangan kemampuan berbahasa anak.
Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima, bahwa pembelajaran dengan bercerita menggunakan kata ganti AKU dapat meningkatkan pengembangan kemampuan dasar berbahasa anak kelompok B RA I’anatus Shibyan Desa Blumbungan Kecamatan Larangan Kabupaten Pamekasan Tahun Pelajaran 2008/2009.
***
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian yang telah di paparkan pada BAB IV, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengembangan kemampuan dasar berbahasa dengan bercerita menggunakan kata ganti AKU dapat meningkatkan kualitas pembelajaran,kompetensi dasar, hasil belajar khususnya indikator bercerita menggunakan kata ganti AKU, SAYA, KAMU, MEREKA, DIA secara lisan. Secara detail dapat di sebutkan sebagai berikut :
1. Pengembangan dengan bercerita menggunakan kata ganti AKU dapat meningkatkan kwalitas pengembangan kemampuan kemampuan dasar berbahasa anak kelompok B RA I’anatus Shibyan Desa Blumbungan Kecamatan Larangan Kabupaten Pamekasan tahun pelajaran 2008/2009 khususnya menyangkut komunikasi dan perbendaharaan kata. Untuk indikator bercerita menggunakan kata ganti aku pada siklus I dan II menunjukkan keberhasilan yang cukup baik.
2. Dengan pengembangan kemampuan dasar berbahasa melalui bercerita menggunakan kata ganti AKU dapat meningkatkan aktivitas belajar anak kelompok B RA I’anatus Shibyan Desa Blumbungan Kecamatan Larangan Kabupaten Pamekasan tahun pelajaran 2008/2009 khususnya menyangkut komunikasi dan perbendaharaan kata.
B. Saran
Pembelajaran pengembangan kemampuan dasar berbahasa dengan bercerita menggunakan kata ganti aku yang di terapkan pada kegiatan pembelajaran dalam penelitian ini memberikan beberapa hal yang penting untuk diperhatikan. Untuk itu peneliti menyampaikan beberapa hal berikut :
1. Pengembangan dengan pendekatan pembelajaran individu melalui bercerita menggunakan kata ganti AKU dalam penelitian ini dapat dijadikan sebagai alternatif dalam pembelajaran pengembangan kemampuan dasar berbahasa di TK dan di harapkan pula di tindak lanjuti oleh guru kelas kelompok B untuk melakukan penelitian serupa pada pengembangan yang lain.
2. Kepala sekolah di harapkan memberi dukungan baik secara moril maupun materiil bagi guru-guru yang akan melakukan inovasi pembelajaran dalam rangka meningkatkan aktivitas dan hasil belajar anak khususnya yang berkaitan dengan pendekatan pembelajaran pengembangan bahasa melalui bercerita menggunakan kata ganti AKU.
***
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. 2004. Kurikulum 2004: Standar Kompetensi Taman Kanak-Kanak Dan Roudhatul Athfal. Jakarta : Depdiknas.
Dhieni Nurbiana, dkk. 2008. Metode Pengembangan Bahasa. Jakarta. Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
Gunarti Winda, dkk. 2008. Metode Pengembangan Perilaku Dan Kemampuan Dasar Anak Usia Dini. Jakarta. Universitas Terbuka.
Winataputra S Udin, dkk. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta. Universitas Terbuka.
***
Minggu, 09 Mei 2010
FASE EMAS MENDIDIK ANAK
FASE EMAS MENDIDIK ANAK
Disampaikan pada forum IGRA Kabupaten Pamekasan, tanggal 6 Juni 2009
di Aula Kandepag Pamekasan
oleh : Kholifatul Azizah, A.Ma.
-------------------------------------------------------
Anakmu bukan anakmu,
Dia lahir lewat dirimu tapi bukan milikmu,
Boleh engkau berusaha menyerupai mereka, tapi jangan suruh mereka menyerupaimu,
Boleh engkau beri rumah untuk raganya tetapi tidak untuk jiwanya,
Mereka adalah penghuni masa depan yang tidak dapat engkau kunjungi sekalipun hanya dalam impian,
Anakmu bukan anakmu,
Dia milik Sang Kuasa,
Sang Pemanah Maha tahu sasaran bidikan keabadian ………
(Nazalia Aura Pariosy)
---------------------------------------------------
A. KARAKTER ANAK
Menjadi seorang guru tidak pernah terbayangkan sedikitpun oleh saya. Terlintaspun tidak pernah. Namun setelah dijalani, amanah ini terasa memberi banyak inspirasi dan semangat dalam hidup. Mata batin terbuka melihat beragam pola dan tingkah anak didik. Terlebih saat terjun ke lingkungan pendidikan yang menitikberatkan pada pendidikan karakter anak. Profesi ini terasa lebih menantang untuk dijalani.
Perlu waktu untuk bisa bersikap sebagai seorang guru sekaligus ayah dan teman bagi mereka. Bahkan terkadang sikap harus menjelma menjadi sikap seorang anak kecil. Berlari-lari di lapangan bersama mereka. Memenuhi keinginan anak yang minta dipeluk atau digendong. Ada juga yang sampai tertidur dalam pangkuan. Mungkin bagi sebagian orang yang melihat akan aneh dengan keadaan ini.
Beragam karakter menyatu dalam anak-anak, bahkan anak yang berkebutuhan khusus juga ikut merasakan bahasa sosial dari anak-anak normal lainnya. Tidak semua anak nyaman dengan kehadiran anak berkebutuhan khusus dalam lingkungannya. Justeru di situlah letak salah satu tantangan yang harus dihadapi, meski anak-anak yang berkebutuhan khusus mempunyai shadow-teacher (guru pendamping).
Pernah dua kali saya kehilangan kata-kata untuk menyusun kalimat apa yang baik dan bijaksana demi menjelaskan keberadaan anak-anak berkebutuhan khusus yang hadir di antara mereka. Mata betul-betul harus terbuka untuk bisa melihat apa dan bagaimana mereka. Jika tidak, perasaan moral akan terus dihantui oleh rasa bersalah karena telah menancapkan pelajaran yang salah.
Allah lebih sayang kepada mereka daripada kita semua. Karena mereka tidak memiliki kesempurnaan yang kita miliki. Kalau kita ingin disayang sama Allah maka harus menyayangi mereka. Kata bijak itu yang menjadi pembuka kelak untuk menyikapi kebuntuan yang saya alami. Alhamdulillah kata-kata itu cukup mempan untuk membuat anak-anak didik untuk tidak mengeluarkan satu patah katapun ejekan untuk anak-anak special-need (berkebutuhan khusus). Pemandangan yang cukup mengharukan pada saat salah seorang anak perempuan menyuapi temannya yang autis pada saat makan siang. Itu sudah cukup untuk mendidik hati dan batin saya.
Saya sangat bersyukur berada di lingkungan anak-anak yang bertingkah dan bermain sesuai dengan usianya. Tidak ada saling cela dan ejekan di antara mereka, meski sangat banyak perbedaan yang membuat mereka tidak nyaman.
Satu hal yang terlupakan oleh kita, bahwa anak-anak kita sudah menjadi sosok. Sosok yang akan hidup pada masanya, bukan pada masa orang tuanya. Sosok yang akan bertahan dengan kemampuan yang dimilikinya, bukan atas kemampuan orang tuanya.
Saya juga tidak ingin menjadi ayah yang tidak adil bagi anak-anak saya. Saya tidak ingin anak saya menjadi diri saya dan isteri saya, tapi biarlah menjadi dirinya sendiri.
B. MENJAWAB PERTANYAAN ANAK
Setelah kisah tentang beberapa nabi dan mukjizatnya selesai saya ceritakan, Dito, murid privat saya yang duduk di kelas “O” Besar RA tiba-tiba menanyakan apa mukjizat Nabi Adam. Tanpa pikir panjang, saya menjawab, “Beliau manusia pertama yang diciptakan Allah.”
Saya lanjutkan penjelasan mengenai penciptaan Hawa, bagaimana membangkangnya iblis ketika diperintahkan Allah supaya hormat kepada Nabi Adam, sehingga akhirnya Nabi Adam dan hawa diturunkan ke bumi, juga tentang janji iblis yang tidak hentinya akan mengajak manusia menjadi “teman”-nya di neraka kelak. Saya melihat ada banyak tanya di matanya. Tapi dia hanya berujar, “Woouuwww…!!”
Lalu, kami sampai pada kisah Nabi Isa yang atas izin Allah dapat menyimpan ruh pada burung buatan dan menghidupkan orang yang telah mati, terjadilah dialog antara saya dan Dito.
“Berarti Allah hebat, dong. Kereenn…!”
“Tentu,” jawab saya.
“Kayak Naruto, Ustadzah? Woouuww…!!”
“Jauh lebih hebat dari Naruto.”
“Enak, dong. Kalau apa-apa tinggal srett… srett…!” ujarnya sambil menggerak-gerakkan tangan.
“Iya.”
“Kalau begitu, aku pengin jadi Allah saja,” katanya dengan mata bersinar.
“Kenapa?”
“Ya, karena hebat,” ucapnya mantap.
“Mas Dito tahu siapa itu Allah?” selidik saya.
“Makanya, aku pengin ketemu,” jawab Dito ringan.
Saya lantas teringat kejadian belasan tahun lalu. Keinginan yang sama dengan Dito -ingin bertemu Allah- nyaris membuat saya mati. Ketika tiba-tiba saya berkata, “Bu, saya ingin bertemu Allah!” sambil mengacungkan tangan kepada ibu guru di tengah gaduhnya kelas.
“Kalau mau ketemu Allah, harus mati dulu.” Begitulah jawaban yang saya terima.
Maka, saat tidur siang sayapun memutuskan untuk “mati sebentar” dengan meletakkan bantal di wajah saya, kemudian saya tahan nafas sekuat tenaga sambil memencet hidung, dan membayangkan bertemu Allah. Entah kenapa yang ada di bayangan saya saat itu malah sosok raksasa Ultraman dan Monster Batu musuhnya. Gambar bintang dan komet di buku antariksa kakak saya juga bergerak-gerak ruwet di kepala saya. Pusing. Usaha pertama saya gagal. Esoknya saya coba, lagi-lagi gagal. Saya lupa apa yang membuat saya akhirnya menghentikan aksi mati-sebentar demi ketemu Allah itu.
Di luar sana, saya pikir, mungkin tidak hanya saya atau Dito yang pernah punya keinginan bertemu dengan Allah, atau bahkan ingin menjadi Allah karena kehebatanNya. Anak-anak, alamiahnya memang memiliki daya imajinasi dan rasa ingin tahu yang besar. Namun yang menjadi persoalan adalah bagaimana orang-orang dewasa di sekelilingnya menyikapi keinginan yang dilontarkan anak-anak itu.
Siapkah kita memberi pemahaman yang sebaik-baiknya, sebagai landasan akidah, yang akan selalu lekat dalam ingatan mereka??? Atau kita hanya akan mencari jawaban singkat dan sekenanya agar tidak ada lagi pertanyaan terlontar nsetelah itu??? Atau kita hanya tersenyum dan menjawab, sudahlah, nak, nanti kalau sudah besar kamu pasti akan tahun sendiri… jawabannya ada di tangan kita sendiri.
***
Disampaikan pada forum IGRA Kabupaten Pamekasan, tanggal 6 Juni 2009
di Aula Kandepag Pamekasan
oleh : Kholifatul Azizah, A.Ma.
-------------------------------------------------------
Anakmu bukan anakmu,
Dia lahir lewat dirimu tapi bukan milikmu,
Boleh engkau berusaha menyerupai mereka, tapi jangan suruh mereka menyerupaimu,
Boleh engkau beri rumah untuk raganya tetapi tidak untuk jiwanya,
Mereka adalah penghuni masa depan yang tidak dapat engkau kunjungi sekalipun hanya dalam impian,
Anakmu bukan anakmu,
Dia milik Sang Kuasa,
Sang Pemanah Maha tahu sasaran bidikan keabadian ………
(Nazalia Aura Pariosy)
---------------------------------------------------
A. KARAKTER ANAK
Menjadi seorang guru tidak pernah terbayangkan sedikitpun oleh saya. Terlintaspun tidak pernah. Namun setelah dijalani, amanah ini terasa memberi banyak inspirasi dan semangat dalam hidup. Mata batin terbuka melihat beragam pola dan tingkah anak didik. Terlebih saat terjun ke lingkungan pendidikan yang menitikberatkan pada pendidikan karakter anak. Profesi ini terasa lebih menantang untuk dijalani.
Perlu waktu untuk bisa bersikap sebagai seorang guru sekaligus ayah dan teman bagi mereka. Bahkan terkadang sikap harus menjelma menjadi sikap seorang anak kecil. Berlari-lari di lapangan bersama mereka. Memenuhi keinginan anak yang minta dipeluk atau digendong. Ada juga yang sampai tertidur dalam pangkuan. Mungkin bagi sebagian orang yang melihat akan aneh dengan keadaan ini.
Beragam karakter menyatu dalam anak-anak, bahkan anak yang berkebutuhan khusus juga ikut merasakan bahasa sosial dari anak-anak normal lainnya. Tidak semua anak nyaman dengan kehadiran anak berkebutuhan khusus dalam lingkungannya. Justeru di situlah letak salah satu tantangan yang harus dihadapi, meski anak-anak yang berkebutuhan khusus mempunyai shadow-teacher (guru pendamping).
Pernah dua kali saya kehilangan kata-kata untuk menyusun kalimat apa yang baik dan bijaksana demi menjelaskan keberadaan anak-anak berkebutuhan khusus yang hadir di antara mereka. Mata betul-betul harus terbuka untuk bisa melihat apa dan bagaimana mereka. Jika tidak, perasaan moral akan terus dihantui oleh rasa bersalah karena telah menancapkan pelajaran yang salah.
Allah lebih sayang kepada mereka daripada kita semua. Karena mereka tidak memiliki kesempurnaan yang kita miliki. Kalau kita ingin disayang sama Allah maka harus menyayangi mereka. Kata bijak itu yang menjadi pembuka kelak untuk menyikapi kebuntuan yang saya alami. Alhamdulillah kata-kata itu cukup mempan untuk membuat anak-anak didik untuk tidak mengeluarkan satu patah katapun ejekan untuk anak-anak special-need (berkebutuhan khusus). Pemandangan yang cukup mengharukan pada saat salah seorang anak perempuan menyuapi temannya yang autis pada saat makan siang. Itu sudah cukup untuk mendidik hati dan batin saya.
Saya sangat bersyukur berada di lingkungan anak-anak yang bertingkah dan bermain sesuai dengan usianya. Tidak ada saling cela dan ejekan di antara mereka, meski sangat banyak perbedaan yang membuat mereka tidak nyaman.
Satu hal yang terlupakan oleh kita, bahwa anak-anak kita sudah menjadi sosok. Sosok yang akan hidup pada masanya, bukan pada masa orang tuanya. Sosok yang akan bertahan dengan kemampuan yang dimilikinya, bukan atas kemampuan orang tuanya.
Saya juga tidak ingin menjadi ayah yang tidak adil bagi anak-anak saya. Saya tidak ingin anak saya menjadi diri saya dan isteri saya, tapi biarlah menjadi dirinya sendiri.
B. MENJAWAB PERTANYAAN ANAK
Setelah kisah tentang beberapa nabi dan mukjizatnya selesai saya ceritakan, Dito, murid privat saya yang duduk di kelas “O” Besar RA tiba-tiba menanyakan apa mukjizat Nabi Adam. Tanpa pikir panjang, saya menjawab, “Beliau manusia pertama yang diciptakan Allah.”
Saya lanjutkan penjelasan mengenai penciptaan Hawa, bagaimana membangkangnya iblis ketika diperintahkan Allah supaya hormat kepada Nabi Adam, sehingga akhirnya Nabi Adam dan hawa diturunkan ke bumi, juga tentang janji iblis yang tidak hentinya akan mengajak manusia menjadi “teman”-nya di neraka kelak. Saya melihat ada banyak tanya di matanya. Tapi dia hanya berujar, “Woouuwww…!!”
Lalu, kami sampai pada kisah Nabi Isa yang atas izin Allah dapat menyimpan ruh pada burung buatan dan menghidupkan orang yang telah mati, terjadilah dialog antara saya dan Dito.
“Berarti Allah hebat, dong. Kereenn…!”
“Tentu,” jawab saya.
“Kayak Naruto, Ustadzah? Woouuww…!!”
“Jauh lebih hebat dari Naruto.”
“Enak, dong. Kalau apa-apa tinggal srett… srett…!” ujarnya sambil menggerak-gerakkan tangan.
“Iya.”
“Kalau begitu, aku pengin jadi Allah saja,” katanya dengan mata bersinar.
“Kenapa?”
“Ya, karena hebat,” ucapnya mantap.
“Mas Dito tahu siapa itu Allah?” selidik saya.
“Makanya, aku pengin ketemu,” jawab Dito ringan.
Saya lantas teringat kejadian belasan tahun lalu. Keinginan yang sama dengan Dito -ingin bertemu Allah- nyaris membuat saya mati. Ketika tiba-tiba saya berkata, “Bu, saya ingin bertemu Allah!” sambil mengacungkan tangan kepada ibu guru di tengah gaduhnya kelas.
“Kalau mau ketemu Allah, harus mati dulu.” Begitulah jawaban yang saya terima.
Maka, saat tidur siang sayapun memutuskan untuk “mati sebentar” dengan meletakkan bantal di wajah saya, kemudian saya tahan nafas sekuat tenaga sambil memencet hidung, dan membayangkan bertemu Allah. Entah kenapa yang ada di bayangan saya saat itu malah sosok raksasa Ultraman dan Monster Batu musuhnya. Gambar bintang dan komet di buku antariksa kakak saya juga bergerak-gerak ruwet di kepala saya. Pusing. Usaha pertama saya gagal. Esoknya saya coba, lagi-lagi gagal. Saya lupa apa yang membuat saya akhirnya menghentikan aksi mati-sebentar demi ketemu Allah itu.
Di luar sana, saya pikir, mungkin tidak hanya saya atau Dito yang pernah punya keinginan bertemu dengan Allah, atau bahkan ingin menjadi Allah karena kehebatanNya. Anak-anak, alamiahnya memang memiliki daya imajinasi dan rasa ingin tahu yang besar. Namun yang menjadi persoalan adalah bagaimana orang-orang dewasa di sekelilingnya menyikapi keinginan yang dilontarkan anak-anak itu.
Siapkah kita memberi pemahaman yang sebaik-baiknya, sebagai landasan akidah, yang akan selalu lekat dalam ingatan mereka??? Atau kita hanya akan mencari jawaban singkat dan sekenanya agar tidak ada lagi pertanyaan terlontar nsetelah itu??? Atau kita hanya tersenyum dan menjawab, sudahlah, nak, nanti kalau sudah besar kamu pasti akan tahun sendiri… jawabannya ada di tangan kita sendiri.
***
Kamis, 06 Mei 2010
URGENSI PAUD DALAM PENDIDIKAN PRA SEKOLAH
URGENSI PAUD DALAM PENDIDIKAN PRA SEKOLAH
Oleh : Kholiatul Azizah, S.Pd.I.
(Praktisi Pendidikan Anak Usia Pra Sekolah)
Disahkannya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang secara eksplisit mencantumkan tentang Pendidikan Anak Usia Dini/PAUD (Pasal 28), menunjukkan adanya komitmen bangsa Indonesia untuk menempatkan pendidikan anak usia dini sebagai bagian penting dalam penyiapan sumber daya manusia di masa mendatang.
Perlu disadari bahwa kondisi sumber daya manusia Indonesia semakin hari semakin memprihatinkan. Salah satu indikatornya adalah menurunnya Human Development Index (HDI), dari rangking 104 di tahun 1995 menjadi rangking 108 dari 177 negara pada tahun 2006 (Wiwik Toyo Santoso Dipo, 2007: iv). Sebagaimana diketahui, HDI atau lebih dikenal sebagai Indek Pembangunan Manusia diukur dengan mempersandingkan 4 indikator, yakni usia harapan hidup, persentase melek huruf dewasa, rata-rata lama menempuh pendidikan dan pengeluaran per kapita. Dari sini jelas tampak bahwa aspek kesehatan dan pendidikan sangat menentukan mutu sumber daya manusia.
Menurut Fasli Jalal (2003: 14) jumlah penduduk usia 10 tahun ke atas yang buta aksara mencapai 18,7 juta orang, yang berasal dari 900.000 orang DO sekolah dasar pertahun dan sisanya mereka yang memang tidak sekolah sejak awal karena alasan geografis dan ekonomi. Sedikitnya jumlah lembaga pendidikan anak usia dini ikut menyumbang bertambahnya penduduk buta huruf, dimana per tahun terdapat sebanyaknya 200.000 – 300.000 orang DO SD kelas I – III sebagai akibat ketidaksiapan memasuki pendidikan dasar.
Kajian dari berbagai sudut pandang medis-neurologis, psikososial-kultural, dan pendidikan mengimplikasikan suatu pandangan yang komprehensif tentang anak usia dini. Secara singkat kajian tersebut menyimpulkan bahwa anak usia dini (sejak lahir 2 hingga 6 tahun) adalah sosok individu makhluk sosial kultural yang sedang mengalami suatu proses perkembangan yang sangat fundamental bagi kehidupan selanjutnya dengan memiliki sejumlah potensi dan karakteristik tertentu (Ishak Abdulhak, 2003: 23).
Sebagai individu, anak usia dini adalah suatu organisme yang merupakan suatu kesatuan jasmani dan rohani yang utuh dengan segala struktur dan perangkat biologis dan psikologisnya sehingga menjadi sosok yang unik. Sebagai makhluk sosio-kultural, ia perlu tumbuh dan berkembang dalam suatu lingkungan sosial tempat ia hidup dan perlu diasuh dan dididik sesuai dengan nilai-nilai sosio-kultural yang sesuai dengan harapan masyarakatnya.
Menurut Hibana S Rahman (2004: 4) anak usia dini mengalami suatu proses perkembangan yang fundamental dalam arti bahwa pengalaman perkembangan pada masa usia dini dapat memberikan perkembangan yang membekas dan berjangka lama sehingga melandasi proses perkembangan anak selanjutnya. Ia memiliki sejumlah potensi baik potensi fisik-biologis, kognisi maupun sosio-ekonomi. Ia adalah individu yang sedang mengalami proses perkembangan sangat pesat serta merupakan pembelajar yang aktif dan energik.
Para ahli psikologi perkembangan sepakat usia dini (0-4 tahun) adalah sebagai “the golden age” atau masa emas dalam tahap perkembangan hidup manusia. Dikatakan sebagai masa emas, karena pada masa ini tidak kurang dari 100 miliar sel otak siap untuk distimulasi agar kecerdasan seseorang dapat berkembang secara optimal di kemudian hari. Dalam banyak penelitian menunjukkan, kecerdasan anak usia 0-4 tahun akan terbangun 50 persen dari total kecerdasan yang akan dicapai pada usia 18 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa usia 4 tahun pertama adalah masa-masa paling menentukan dalam membangun kecerdasan anak dibandingkan masa-masa sesudahnya. Artinya, nilai pada usia tersebut anak tidak mendapatkan rangsangan yang maksimal, maka potensi tumbuh kembang anak tidak akan teraktualisasikan secara optimal (Sutaryati, 2006: 10).
Menurut Hibana S Rahman (2005: 5) anak yang mendapatkan pembinaan sejak usia dini akan dapat meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan fisik dan mental, yang secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada peningkatan prestasi belajar, atas kerja dan produktivitas. Pada akhirnya anak akan lebih mampu untuk mandiri dan mengoptimalkan potensi yang dimiliki.
Gambaran di atas menunjukkan betapa pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) untuk anak-anak kita. Kalau dulu banyak orang beranggapan bahwa pendidikan untuk anak hanya akan efektif bila dimulai dari usia TK atau SD, maka persepsi tersebut harus diluruskan. Karena pendidikan anak yang dimulai dari TK atau SD sebenarnya sudah ketinggalan kereta. Pendidikan terhadap anak sebaiknya dilakukan sejak anak usia 0 tahun atau bahkan sejak dalam kandungan. Hanya saja yang perlu diperhatikan, menu pendidikan yang diberikan pada anak dalam rentangan PAUD (0-6 tahun) tidak dibenarkan seperti anak usia sekolah dengan diajak menulis dan berhitung, akan tetapi lebih pada pengenalan angka dan huruf. Oleh sebab itu, mereka cukup diberikan menu pendidikan sederhana yang diramu dalam bentuk permainan menyenangkan namun tetap efektif guna merangsang tumbuh kembang anak, baik fisik maupun non fisik.
Dengan demikian, dipandang dari sudut medis-neurologis, psikososiokultural dan edukatif dapat disimpulkan bahwa pendidikan anak usia dini merupakan hal yang sangat esensial. Secara medis-neurologis, PAUD sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan struktur dan fungsi otak anak sehingga dapat memberikan pengaruh yang menetap terhadap perkembangan perilaku dan kepribadian anak selanjutnya. Mendukung pemikiran ini, secara psiko-edukatif masa usia dini juga dipandang sebagai masa kritis bagi perkembangan intelektual, kepribadian dan perilaku sosial manusia sehingga rangsangan-rangsangan pada saat itu mempunyai dampak yang lama terhadap diri seseorang. Pengalaman pendidikan dipandang sebagai suatu yang berkesinambungan sehingga pengalaman pendidikan pada masa dini akan melandasi proses dan hasil penelitian selanjutnya. Secara lebih luas dari aspek sosio-kultural, PAUD dapat merupakan suatu realisasi dari hak anak untuk hidup dan berkembang sesuai dengan potensi yang dimiliki.
Melalui PAUD, pewarisan nilai-nilai masyarakat dapat dilakukan sehingga dapat menyiapkan anak sebagai generasi penerus untuk masa depan. Bahkan secara ekonomik, PAUD dapat merupakan investasi bagi masa depan karena anak yang terdidik dan berkembang baik secara ekonomis akan menguntungkan pada masa yang akan datang.
Begitupun, perubahan struktur dan fungsi keluarga, khususnya di daerah-daerah perkotaan, menuntut pelayanan PAUD lebih dilembagakan. PAUD dimaksudkan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak usia dini agar ia dapat tumbuh kembang secara sehat dan optimal sesuai dengan nilai, norma dan harapan masyarakat. Sesuai dengan aspek perkembangan dan kehidupan anak selanjutnya, menurut Ishak Abdulhak (2003: 26)
PAUD memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut : (1) Pengembangan segenap potensi anak; (2) Penanaman nilai-nilai dan norma-norma kehidupan; (3) Pembentukan dan pembiasaan perilaku-perilaku yang diharapkan; (4) Pengembangan pengetahuan dan keterampilan dasar, serta (5) Pengembangan motivasi dan sikap belajar yang positif. Tujuan dan fungsi PAUD yang dasar pendiriannya adalah SK Mendiknas Nomor 051/0/2001 tanggal 19 April 2001 berkaitan erat dengan visi dan misi dari PAUD itu sendiri. Adapun visi dari PAUD tersebut adalah “Terwujudnya anak usia dini yang sehat cerdas dan ceria” Sementara misinya adalah: (1) Mengupayakan pemerataan pelayanan, peningkatan mutu dan efisiensi penyelenggaraan pendidikan dini, (2) Mengupayakan peningkatan kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam memberikan layanan pendidikan usia dini.
Agar tujuan dan fungsi PAUD dapat tercapai, maka ada 4 prinsip yang harus dipegang dalam penyelenggaraan PAUD : Pertama, holistik dan terpadu. PAUD dilakukan dengan terarah ke pengembangan segenap aspek pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak serta dilakukan secara terintegrasi dalam suatu kesatuan program utuh dan proporsional. Kedua, berbasis keilmuan. Prinsip ini mengandung arti bahwa praktek pendidikan anak usia dini yang tepat perlu dikembangkan berdasarkan temuan-temuan mutakhir dalam bidang keilmuan yang relevan. Ketiga, berorientasi pada perkembangan anak. PAUD dilaksanakan sesuai karakteristik dan tingkat pendidikan anak sehingga proses pendidikannya bersifat tidak terstruktur, informal, emergen dan responsive terhadap perbedaan individual anak, serta melalui aktivitas langsung dalam suasana bermain. Keempat, berorientasi masyarakat.
Mengingat anak adalah bagian dari masyarakat dan sekaligus menjadi generasi penerus dari masyarakat yang bersangkutan, maka PAUD hendaklah berlandaskan dan sekaligus turut mengembangkan nilai-nilai sosio-kultural yang berkembang pada masyarakat yang bersangkutan. Lebih lanjut, prinsip ini juga mempersyaratkan perlunya PAUD untuk memanfaatkan potensi lokal, baik itu berupa keragaman sosial budaya maupun berupa sumber-sumber daya potensial yang ada di masyarakat setempat.
PAUD dengan urgensinya dalam beberapa tahun terakhir, semakin popular. Kalangan perguruan tinggi, pelaku pendidikan dan pejabat serta masyarakat luas tampaknya mulai akrab dengan PAUD, sekalipun dapat dipastikan bahwa tingkat pengertian mereka tentang PAUD berbeda-beda. Meningkatnya popularitas PAUD menurut Dedi Supriadi (2003: 97) antara lain berkat sosialisasi yang gencar yang dilakukan oleh berbagai pihak, khususnya Ditjen Diklusepa melalui Direktorat PAUD, perguruan tinggi yang memiliki program Pendidikan Guru TK (PGTK), Forum PAUD, dan berbagai departemen/instansi yang turut menangani PAUD serta publikasi melalui media massa.
Namun demikian, walaupun popularitasnya meningkat, PAUD masih harus menghadapi sejumlah tantangan dan permasalahan sebelum mencapai hasil seperti yang diharapkan semua pihak. Tantangan dan permasalahan tersebut antara lain :
Pertama, meskipun penanganan anak perlu dilakukan secara komprehensif dan terpadu, namun hingga saat ini belum ada suatu sistem yang menjamin keterpaduan kebijakan dan program dalam penanganan anak usia dini. Di tingkat ini lapangan kelompok BKB, TPA maupun Kelompok Bermain sudah dilakukan. Namun mengingat belum ada keterpaduan kebijakan lintas sektor yang jelas di tingkat pusat, hasil yang dicapai belum optimal.
Kedua, anak usia dini (0-6 tahun) merupakan populasi yang cukup besar (12,85% dari keseluruhan populasi sensus 2000) sementara di pihak lain, kapasitas pemerintah dalam penyelenggaraan PAUD sangat minim. Akibatnya, masih terlalu banyak anak usia dini yang belum mendapat layanan PAUD. Menurut Fasli Jalal (2003: 37), sampai dengan tahun 2001 jumlah anak usia 0-6 tahun yang belum terlayani diperkirakan 19 juta anak (73% dari keseluruhan populasi anak). Di Kabupaten Kulon Progo kondisinya juga tidak jauh berbeda. Berdasarkan data dari subdin PLS, saat ini Kulon Progo memiliki sekitar 11 kelompok PAUD yang terdiri dari PAUD rintisan, PAUD yang dipadukan dengan kelompok BKB, TPA, dll sehingga cakupannya masih sangat rendah. Beruntung perkembangan TK di Kulon Progo cukup pesat sehingga memperluas akses anak untuk mendapat pendidikan sekolah, namun jika dilihat dari rentang usia yang tertangani, pendidikan melalui TK belum terjangkau semua kelompok umur sasaran PAUD.
Keempat, masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk mengikutkan putraputrinya dalam program PAUD. Banyak keluarga yang masih beranggapan bahwa anak usia dini cukup dididik di rumah saja. Dampaknya, penyelenggaraan PAUD di lapangan belum menarik minat semua keluarga yang menyebabkan cakupannya belum tinggi. Upaya mengatasi tantangan dan permasalahan yang ada selain perlu dilakukan dengan meningkatkan intensitas penyuluhan/pembinaan ke masyarakat tentang perlunya PAUD, pemerintah juga perlu meningkatkan keterpaduan lintas sektor dengan dukungan dana yang memadai. Kader yang mengelola PAUD pun perlu dibina secara intensif melalui program pelatihan, orientasi, diskusi atau studi banding ke daerah lain yang kegiatan PAUD nya sudah berjalan baik.
Penumbuhkembangan PAUD di wilayah-wilayah yang terjangkau oleh TK atau PAUD sejenis juga perlu dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai aspek seperti jumlah sasaran, ketersediaan tempat dan dukungan sarana, keberadaan kades dan sebagainya sehingga cakupan sasarannya meningkat. Tentu masih banyak strategi untuk mengatasi tantangan dan permasalahan di atas, namun upaya-upaya tersebut di atas sudah cukup efektif sepanjang ada kebijakan yang terpadu dan konsisten di tingkat pusat hingga daerah sehingga program ini mendapatkan dukungan masyarakat luas.
Dari uraian tersebut dapat kita pahami bahwa PAUD dipandang dari sudut manapun sangat urgen dalam rangka penyiapan SDM berkualitas di kemudian hari. Oleh karena itu, penyelenggaraan PAUD di tingkat lini lapangan baik berupa rintisan maupun yang dipadukan dengan kegiatan lain yang sudah perlu mendapat dukungan semua pihak. Adapun dengan masih banyaknya tantangan dan hambatan yang dihadapi berkaitan dengan penyelenggaraan PAUD akan dapat dengan mudah sepanjang ada keseriusan dari pihak pemerintah untuk mengatasi tantangan dan hambatan yang ada. Strategi jitu yang dapat ditempuh adalah dengan keterpaduan lintas sektor serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam program PAUD tentunya juga harus didukung oleh sarana prasarana yang memadai.
Oleh : Kholiatul Azizah, S.Pd.I.
(Praktisi Pendidikan Anak Usia Pra Sekolah)
Disahkannya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang secara eksplisit mencantumkan tentang Pendidikan Anak Usia Dini/PAUD (Pasal 28), menunjukkan adanya komitmen bangsa Indonesia untuk menempatkan pendidikan anak usia dini sebagai bagian penting dalam penyiapan sumber daya manusia di masa mendatang.
Perlu disadari bahwa kondisi sumber daya manusia Indonesia semakin hari semakin memprihatinkan. Salah satu indikatornya adalah menurunnya Human Development Index (HDI), dari rangking 104 di tahun 1995 menjadi rangking 108 dari 177 negara pada tahun 2006 (Wiwik Toyo Santoso Dipo, 2007: iv). Sebagaimana diketahui, HDI atau lebih dikenal sebagai Indek Pembangunan Manusia diukur dengan mempersandingkan 4 indikator, yakni usia harapan hidup, persentase melek huruf dewasa, rata-rata lama menempuh pendidikan dan pengeluaran per kapita. Dari sini jelas tampak bahwa aspek kesehatan dan pendidikan sangat menentukan mutu sumber daya manusia.
Menurut Fasli Jalal (2003: 14) jumlah penduduk usia 10 tahun ke atas yang buta aksara mencapai 18,7 juta orang, yang berasal dari 900.000 orang DO sekolah dasar pertahun dan sisanya mereka yang memang tidak sekolah sejak awal karena alasan geografis dan ekonomi. Sedikitnya jumlah lembaga pendidikan anak usia dini ikut menyumbang bertambahnya penduduk buta huruf, dimana per tahun terdapat sebanyaknya 200.000 – 300.000 orang DO SD kelas I – III sebagai akibat ketidaksiapan memasuki pendidikan dasar.
Kajian dari berbagai sudut pandang medis-neurologis, psikososial-kultural, dan pendidikan mengimplikasikan suatu pandangan yang komprehensif tentang anak usia dini. Secara singkat kajian tersebut menyimpulkan bahwa anak usia dini (sejak lahir 2 hingga 6 tahun) adalah sosok individu makhluk sosial kultural yang sedang mengalami suatu proses perkembangan yang sangat fundamental bagi kehidupan selanjutnya dengan memiliki sejumlah potensi dan karakteristik tertentu (Ishak Abdulhak, 2003: 23).
Sebagai individu, anak usia dini adalah suatu organisme yang merupakan suatu kesatuan jasmani dan rohani yang utuh dengan segala struktur dan perangkat biologis dan psikologisnya sehingga menjadi sosok yang unik. Sebagai makhluk sosio-kultural, ia perlu tumbuh dan berkembang dalam suatu lingkungan sosial tempat ia hidup dan perlu diasuh dan dididik sesuai dengan nilai-nilai sosio-kultural yang sesuai dengan harapan masyarakatnya.
Menurut Hibana S Rahman (2004: 4) anak usia dini mengalami suatu proses perkembangan yang fundamental dalam arti bahwa pengalaman perkembangan pada masa usia dini dapat memberikan perkembangan yang membekas dan berjangka lama sehingga melandasi proses perkembangan anak selanjutnya. Ia memiliki sejumlah potensi baik potensi fisik-biologis, kognisi maupun sosio-ekonomi. Ia adalah individu yang sedang mengalami proses perkembangan sangat pesat serta merupakan pembelajar yang aktif dan energik.
Para ahli psikologi perkembangan sepakat usia dini (0-4 tahun) adalah sebagai “the golden age” atau masa emas dalam tahap perkembangan hidup manusia. Dikatakan sebagai masa emas, karena pada masa ini tidak kurang dari 100 miliar sel otak siap untuk distimulasi agar kecerdasan seseorang dapat berkembang secara optimal di kemudian hari. Dalam banyak penelitian menunjukkan, kecerdasan anak usia 0-4 tahun akan terbangun 50 persen dari total kecerdasan yang akan dicapai pada usia 18 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa usia 4 tahun pertama adalah masa-masa paling menentukan dalam membangun kecerdasan anak dibandingkan masa-masa sesudahnya. Artinya, nilai pada usia tersebut anak tidak mendapatkan rangsangan yang maksimal, maka potensi tumbuh kembang anak tidak akan teraktualisasikan secara optimal (Sutaryati, 2006: 10).
Menurut Hibana S Rahman (2005: 5) anak yang mendapatkan pembinaan sejak usia dini akan dapat meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan fisik dan mental, yang secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada peningkatan prestasi belajar, atas kerja dan produktivitas. Pada akhirnya anak akan lebih mampu untuk mandiri dan mengoptimalkan potensi yang dimiliki.
Gambaran di atas menunjukkan betapa pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) untuk anak-anak kita. Kalau dulu banyak orang beranggapan bahwa pendidikan untuk anak hanya akan efektif bila dimulai dari usia TK atau SD, maka persepsi tersebut harus diluruskan. Karena pendidikan anak yang dimulai dari TK atau SD sebenarnya sudah ketinggalan kereta. Pendidikan terhadap anak sebaiknya dilakukan sejak anak usia 0 tahun atau bahkan sejak dalam kandungan. Hanya saja yang perlu diperhatikan, menu pendidikan yang diberikan pada anak dalam rentangan PAUD (0-6 tahun) tidak dibenarkan seperti anak usia sekolah dengan diajak menulis dan berhitung, akan tetapi lebih pada pengenalan angka dan huruf. Oleh sebab itu, mereka cukup diberikan menu pendidikan sederhana yang diramu dalam bentuk permainan menyenangkan namun tetap efektif guna merangsang tumbuh kembang anak, baik fisik maupun non fisik.
Dengan demikian, dipandang dari sudut medis-neurologis, psikososiokultural dan edukatif dapat disimpulkan bahwa pendidikan anak usia dini merupakan hal yang sangat esensial. Secara medis-neurologis, PAUD sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan struktur dan fungsi otak anak sehingga dapat memberikan pengaruh yang menetap terhadap perkembangan perilaku dan kepribadian anak selanjutnya. Mendukung pemikiran ini, secara psiko-edukatif masa usia dini juga dipandang sebagai masa kritis bagi perkembangan intelektual, kepribadian dan perilaku sosial manusia sehingga rangsangan-rangsangan pada saat itu mempunyai dampak yang lama terhadap diri seseorang. Pengalaman pendidikan dipandang sebagai suatu yang berkesinambungan sehingga pengalaman pendidikan pada masa dini akan melandasi proses dan hasil penelitian selanjutnya. Secara lebih luas dari aspek sosio-kultural, PAUD dapat merupakan suatu realisasi dari hak anak untuk hidup dan berkembang sesuai dengan potensi yang dimiliki.
Melalui PAUD, pewarisan nilai-nilai masyarakat dapat dilakukan sehingga dapat menyiapkan anak sebagai generasi penerus untuk masa depan. Bahkan secara ekonomik, PAUD dapat merupakan investasi bagi masa depan karena anak yang terdidik dan berkembang baik secara ekonomis akan menguntungkan pada masa yang akan datang.
Begitupun, perubahan struktur dan fungsi keluarga, khususnya di daerah-daerah perkotaan, menuntut pelayanan PAUD lebih dilembagakan. PAUD dimaksudkan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak usia dini agar ia dapat tumbuh kembang secara sehat dan optimal sesuai dengan nilai, norma dan harapan masyarakat. Sesuai dengan aspek perkembangan dan kehidupan anak selanjutnya, menurut Ishak Abdulhak (2003: 26)
PAUD memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut : (1) Pengembangan segenap potensi anak; (2) Penanaman nilai-nilai dan norma-norma kehidupan; (3) Pembentukan dan pembiasaan perilaku-perilaku yang diharapkan; (4) Pengembangan pengetahuan dan keterampilan dasar, serta (5) Pengembangan motivasi dan sikap belajar yang positif. Tujuan dan fungsi PAUD yang dasar pendiriannya adalah SK Mendiknas Nomor 051/0/2001 tanggal 19 April 2001 berkaitan erat dengan visi dan misi dari PAUD itu sendiri. Adapun visi dari PAUD tersebut adalah “Terwujudnya anak usia dini yang sehat cerdas dan ceria” Sementara misinya adalah: (1) Mengupayakan pemerataan pelayanan, peningkatan mutu dan efisiensi penyelenggaraan pendidikan dini, (2) Mengupayakan peningkatan kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam memberikan layanan pendidikan usia dini.
Agar tujuan dan fungsi PAUD dapat tercapai, maka ada 4 prinsip yang harus dipegang dalam penyelenggaraan PAUD : Pertama, holistik dan terpadu. PAUD dilakukan dengan terarah ke pengembangan segenap aspek pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak serta dilakukan secara terintegrasi dalam suatu kesatuan program utuh dan proporsional. Kedua, berbasis keilmuan. Prinsip ini mengandung arti bahwa praktek pendidikan anak usia dini yang tepat perlu dikembangkan berdasarkan temuan-temuan mutakhir dalam bidang keilmuan yang relevan. Ketiga, berorientasi pada perkembangan anak. PAUD dilaksanakan sesuai karakteristik dan tingkat pendidikan anak sehingga proses pendidikannya bersifat tidak terstruktur, informal, emergen dan responsive terhadap perbedaan individual anak, serta melalui aktivitas langsung dalam suasana bermain. Keempat, berorientasi masyarakat.
Mengingat anak adalah bagian dari masyarakat dan sekaligus menjadi generasi penerus dari masyarakat yang bersangkutan, maka PAUD hendaklah berlandaskan dan sekaligus turut mengembangkan nilai-nilai sosio-kultural yang berkembang pada masyarakat yang bersangkutan. Lebih lanjut, prinsip ini juga mempersyaratkan perlunya PAUD untuk memanfaatkan potensi lokal, baik itu berupa keragaman sosial budaya maupun berupa sumber-sumber daya potensial yang ada di masyarakat setempat.
PAUD dengan urgensinya dalam beberapa tahun terakhir, semakin popular. Kalangan perguruan tinggi, pelaku pendidikan dan pejabat serta masyarakat luas tampaknya mulai akrab dengan PAUD, sekalipun dapat dipastikan bahwa tingkat pengertian mereka tentang PAUD berbeda-beda. Meningkatnya popularitas PAUD menurut Dedi Supriadi (2003: 97) antara lain berkat sosialisasi yang gencar yang dilakukan oleh berbagai pihak, khususnya Ditjen Diklusepa melalui Direktorat PAUD, perguruan tinggi yang memiliki program Pendidikan Guru TK (PGTK), Forum PAUD, dan berbagai departemen/instansi yang turut menangani PAUD serta publikasi melalui media massa.
Namun demikian, walaupun popularitasnya meningkat, PAUD masih harus menghadapi sejumlah tantangan dan permasalahan sebelum mencapai hasil seperti yang diharapkan semua pihak. Tantangan dan permasalahan tersebut antara lain :
Pertama, meskipun penanganan anak perlu dilakukan secara komprehensif dan terpadu, namun hingga saat ini belum ada suatu sistem yang menjamin keterpaduan kebijakan dan program dalam penanganan anak usia dini. Di tingkat ini lapangan kelompok BKB, TPA maupun Kelompok Bermain sudah dilakukan. Namun mengingat belum ada keterpaduan kebijakan lintas sektor yang jelas di tingkat pusat, hasil yang dicapai belum optimal.
Kedua, anak usia dini (0-6 tahun) merupakan populasi yang cukup besar (12,85% dari keseluruhan populasi sensus 2000) sementara di pihak lain, kapasitas pemerintah dalam penyelenggaraan PAUD sangat minim. Akibatnya, masih terlalu banyak anak usia dini yang belum mendapat layanan PAUD. Menurut Fasli Jalal (2003: 37), sampai dengan tahun 2001 jumlah anak usia 0-6 tahun yang belum terlayani diperkirakan 19 juta anak (73% dari keseluruhan populasi anak). Di Kabupaten Kulon Progo kondisinya juga tidak jauh berbeda. Berdasarkan data dari subdin PLS, saat ini Kulon Progo memiliki sekitar 11 kelompok PAUD yang terdiri dari PAUD rintisan, PAUD yang dipadukan dengan kelompok BKB, TPA, dll sehingga cakupannya masih sangat rendah. Beruntung perkembangan TK di Kulon Progo cukup pesat sehingga memperluas akses anak untuk mendapat pendidikan sekolah, namun jika dilihat dari rentang usia yang tertangani, pendidikan melalui TK belum terjangkau semua kelompok umur sasaran PAUD.
Keempat, masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk mengikutkan putraputrinya dalam program PAUD. Banyak keluarga yang masih beranggapan bahwa anak usia dini cukup dididik di rumah saja. Dampaknya, penyelenggaraan PAUD di lapangan belum menarik minat semua keluarga yang menyebabkan cakupannya belum tinggi. Upaya mengatasi tantangan dan permasalahan yang ada selain perlu dilakukan dengan meningkatkan intensitas penyuluhan/pembinaan ke masyarakat tentang perlunya PAUD, pemerintah juga perlu meningkatkan keterpaduan lintas sektor dengan dukungan dana yang memadai. Kader yang mengelola PAUD pun perlu dibina secara intensif melalui program pelatihan, orientasi, diskusi atau studi banding ke daerah lain yang kegiatan PAUD nya sudah berjalan baik.
Penumbuhkembangan PAUD di wilayah-wilayah yang terjangkau oleh TK atau PAUD sejenis juga perlu dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai aspek seperti jumlah sasaran, ketersediaan tempat dan dukungan sarana, keberadaan kades dan sebagainya sehingga cakupan sasarannya meningkat. Tentu masih banyak strategi untuk mengatasi tantangan dan permasalahan di atas, namun upaya-upaya tersebut di atas sudah cukup efektif sepanjang ada kebijakan yang terpadu dan konsisten di tingkat pusat hingga daerah sehingga program ini mendapatkan dukungan masyarakat luas.
Dari uraian tersebut dapat kita pahami bahwa PAUD dipandang dari sudut manapun sangat urgen dalam rangka penyiapan SDM berkualitas di kemudian hari. Oleh karena itu, penyelenggaraan PAUD di tingkat lini lapangan baik berupa rintisan maupun yang dipadukan dengan kegiatan lain yang sudah perlu mendapat dukungan semua pihak. Adapun dengan masih banyaknya tantangan dan hambatan yang dihadapi berkaitan dengan penyelenggaraan PAUD akan dapat dengan mudah sepanjang ada keseriusan dari pihak pemerintah untuk mengatasi tantangan dan hambatan yang ada. Strategi jitu yang dapat ditempuh adalah dengan keterpaduan lintas sektor serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam program PAUD tentunya juga harus didukung oleh sarana prasarana yang memadai.
Stimulasi Motorik Halus
ROBEK SAJA - Stimulasi Motorik Halus - KETERAMPILAN TANGAN SI KECIL
KHOLIFATUL AZIZAH, S.Pd.I.
( Kepala RA dan Pemerhati Pendidikan Anak Usia Prasekolah )
Ambil sebuah majalah bekas dan sebuah tas belanja dari kertas yang cukup besar. Berikan majalah itu kepada si kecil dan perlihatkan bagaimana anda merobek halaman-halamannya. Tetapi ingatkan kepada si kecil tidak semua majalah boleh dirobek, dan dia hanya boleh merobek bila meminta izin lebih dulu. Anjurkan dia untuk merobek sebuah halaman dari majalah kemudian menempatkanya di dalam ta kertas yang terbuka. Biarkan sikecil merobek halamasebanyak yang dia inginkan lalu menempatkannya di dalam tas belanja. Tirukan suara kertas ketika dirobek untuk membuat permainan ini makin meriah. Aktivitas ini mungkin hanya dapat dilakukan sebentar mengingat sikecil mudah sekali kehilangan minat. Bila hal ini terjadi jangan kecil hati. anda dapat menceritakan gambar-gambar yang ada di dalam majalah atau memin-tanya menunjukkan gambar mana yang disukainya.
Merobek kertas dapat menjadi aktivitas yang bagus untuk anakusia ini, sehingga anad boleh menganjur- kannya sesering mungkin. Jangan lupa untuk mengulangi aktivitas lain yang sudah dilakukan di minggu-minggu sebelumnya. pengulangan ini bukan saja akan memmbuat makin mahir melainkan juga memberikannya berbagai macam keterampilan baru.
KHOLIFATUL AZIZAH, S.Pd.I.
( Kepala RA dan Pemerhati Pendidikan Anak Usia Prasekolah )
Ambil sebuah majalah bekas dan sebuah tas belanja dari kertas yang cukup besar. Berikan majalah itu kepada si kecil dan perlihatkan bagaimana anda merobek halaman-halamannya. Tetapi ingatkan kepada si kecil tidak semua majalah boleh dirobek, dan dia hanya boleh merobek bila meminta izin lebih dulu. Anjurkan dia untuk merobek sebuah halaman dari majalah kemudian menempatkanya di dalam ta kertas yang terbuka. Biarkan sikecil merobek halamasebanyak yang dia inginkan lalu menempatkannya di dalam tas belanja. Tirukan suara kertas ketika dirobek untuk membuat permainan ini makin meriah. Aktivitas ini mungkin hanya dapat dilakukan sebentar mengingat sikecil mudah sekali kehilangan minat. Bila hal ini terjadi jangan kecil hati. anda dapat menceritakan gambar-gambar yang ada di dalam majalah atau memin-tanya menunjukkan gambar mana yang disukainya.
Merobek kertas dapat menjadi aktivitas yang bagus untuk anakusia ini, sehingga anad boleh menganjur- kannya sesering mungkin. Jangan lupa untuk mengulangi aktivitas lain yang sudah dilakukan di minggu-minggu sebelumnya. pengulangan ini bukan saja akan memmbuat makin mahir melainkan juga memberikannya berbagai macam keterampilan baru.
SERI PERMAINAN ANAK
SERI PERMAINAN ANAK
KHOLIFATUL AZIZAH, S.Pd.I.
Pemerhati dan Praktisi Pendidikan Anak Usia Prasekolah
(1) SENAM FANTASI
Permainan ini tidak membutuhkan alat. Anda hanya butuh untuk duduk bersila bersama dengan anak-anak atau murid-murid Anda secara melingkar. Minta mereka untuk memejamkan mata dan membayangkan seperti apa yang Anda katakan. Mereka boleh saja menjawab pertanyaan Anda, namun dengan syarat mereka tidak boleh membuka mata sampai Anda memintanya. Anda bisa mengambil sebuah topik. Misalkan, tentang berjalan-jalan ke hutan.
“Kita berjalan-jalan ke hutan. Ada banyak pohon yang tinggi disana. Lihat! Ada pohon apa saja yang kamu lihat?”
“Oh, ya, ya…ada pohon apel disana…Bisa kamu lihat apa warna apel itu? Kamu bisa mengambilnya? Apa rasanya?”
“Lalu kita berjalan lagi, jauh…dan, stop! Lihat disana, itu pohon yang ada di ujung sana! Besar sekali bukan? Ayo kita ke pohon itu!”
“wow…subhanallah…besar sekali, ya? Bisakah kamu mengulurkan tanganmu untuk memeluknya??”
“Uuupps…! Ada kelapa yang jatuh! Bagaimana bunyinya?”
“Yaa…BUMM!! Kelapa jatuh…oh, awas, ada daun-daun yang berjatuhan! Kemana dia akan jatuh ya? Ke tanah? Atau ke langit?”
“Oke…matahari sudah hampir tenggelam sekarang, ayo kita pulang, dan kalian boleh membuka mata.”
Seperti itulah kira-kira. Permainan ini dikembangkan untuk melatih kemampuan anak berkreasi dan berimajinasi. Anda dapat memilih topik lain yang menarik bagi mereka.
(2) KOTAK MISTERI
Ambil sebuah kardus bekas yang cukup besar, minimal ukuran 15×15x15, lalu beri lubang di tengahnya yang cukup untuk dimasuki oleh tangan si kecil. Sediakan beberapa barang yang dapat masuk ke dalam kardus tersebut. Pensil, pulpen, penghapus, mobil mainan mini, kunci, dsb.
Perkenalkan setiap kata pada si kecil, minta ia menirukan Anda. Misal, “ini pensil”. Setelah itu, masukkan semua benda tadi ke dalam kotak.
Tutup mata anak Anda, lalu minta ia mengulurkan tangannya untuk masuk ke dalam lubang di kotak dan meraba sebuah benda. Suruh ia menebak benda apa yang sedang dipegangnya.
Permainan ini membantunya untuk merangsang motorik halusnya, juga membantunya menambah kosakata dan kemampuan bahasa.
Anda bisa mengkombinasikan permainan ini dengan cara lain. Misal, Anda menyediakan kotak khusus untuknya yang wajib ia isi dengan sebuah benda yang memiliki guna.
Contoh: ia mengisinya dengan selembar tisu. Minta ia menjelaskan mengapa ia memilih tisu untuk dimasukkan dalam kotaknya.
(3) LOKOMOTIF KERETA: MELATIH KERJA SAMA DAN KEPEMIMPINAN ANAK
“Tuut…tuuut…tuuut…kereta api mau lewaaatt…awass!!”
Anak-anak di kelas saya paling senang bermain kereta-keretaan dengan menyusun kursi-kursi mereka menjadi gerbong. Mereka berimajinasi seolah-olah mereka tengah berada di sebuah kereta api yang sedang berjalan dan berkeliling melihat pemandangan. Hmm…ternyata permainan ini bagus untuk melatih daya imajinasi mereka.
Ada satu permainan sejenis yang hampir sama, namun lebih mengarahkan mereka ke arah pelatihan kerjasama dan kepemimpinan. Saya menyebutnya “bemain loko”.
Cara bermainnya sangat mudah. Minta anak-anak untuk menunjuk dua orang sebagai lokomotif kereta. Dan sisanya –yang menjadi “gerbong”- menyebar kemana saja mereka inginkan, asal tidak terlalu jauh. Setelah itu, mintalah dua orang anak sebagai lokomotif ini untuk mencari “gerbong” kereta mereka. Permainan ini dilombakan, siapa yang paling banyak gerbongnya, dialah yang menang.
Anda sebagai guru juga bisa mengimprovisasikan permainan ini. Misalnya, sekaligus melatih keseimbangan mereka, atau ketangkasan dan kelincahan mereka, Anda bisa memadukannya dengan sarana bermain yang ada. Anda bisa membuat “rel” dengan jalur tangga pelangi, terowongan anak, lalu seluncuran anak. Akan lebih baik jika sekali-kali Anda juga mengambil posisi, sebagai lokomotif atau gerbong, bersama dengan pengajar lain.
Belajar sambil bermain, itu menyenangkan!
KHOLIFATUL AZIZAH, S.Pd.I.
Pemerhati dan Praktisi Pendidikan Anak Usia Prasekolah
(1) SENAM FANTASI
Permainan ini tidak membutuhkan alat. Anda hanya butuh untuk duduk bersila bersama dengan anak-anak atau murid-murid Anda secara melingkar. Minta mereka untuk memejamkan mata dan membayangkan seperti apa yang Anda katakan. Mereka boleh saja menjawab pertanyaan Anda, namun dengan syarat mereka tidak boleh membuka mata sampai Anda memintanya. Anda bisa mengambil sebuah topik. Misalkan, tentang berjalan-jalan ke hutan.
“Kita berjalan-jalan ke hutan. Ada banyak pohon yang tinggi disana. Lihat! Ada pohon apa saja yang kamu lihat?”
“Oh, ya, ya…ada pohon apel disana…Bisa kamu lihat apa warna apel itu? Kamu bisa mengambilnya? Apa rasanya?”
“Lalu kita berjalan lagi, jauh…dan, stop! Lihat disana, itu pohon yang ada di ujung sana! Besar sekali bukan? Ayo kita ke pohon itu!”
“wow…subhanallah…besar sekali, ya? Bisakah kamu mengulurkan tanganmu untuk memeluknya??”
“Uuupps…! Ada kelapa yang jatuh! Bagaimana bunyinya?”
“Yaa…BUMM!! Kelapa jatuh…oh, awas, ada daun-daun yang berjatuhan! Kemana dia akan jatuh ya? Ke tanah? Atau ke langit?”
“Oke…matahari sudah hampir tenggelam sekarang, ayo kita pulang, dan kalian boleh membuka mata.”
Seperti itulah kira-kira. Permainan ini dikembangkan untuk melatih kemampuan anak berkreasi dan berimajinasi. Anda dapat memilih topik lain yang menarik bagi mereka.
(2) KOTAK MISTERI
Ambil sebuah kardus bekas yang cukup besar, minimal ukuran 15×15x15, lalu beri lubang di tengahnya yang cukup untuk dimasuki oleh tangan si kecil. Sediakan beberapa barang yang dapat masuk ke dalam kardus tersebut. Pensil, pulpen, penghapus, mobil mainan mini, kunci, dsb.
Perkenalkan setiap kata pada si kecil, minta ia menirukan Anda. Misal, “ini pensil”. Setelah itu, masukkan semua benda tadi ke dalam kotak.
Tutup mata anak Anda, lalu minta ia mengulurkan tangannya untuk masuk ke dalam lubang di kotak dan meraba sebuah benda. Suruh ia menebak benda apa yang sedang dipegangnya.
Permainan ini membantunya untuk merangsang motorik halusnya, juga membantunya menambah kosakata dan kemampuan bahasa.
Anda bisa mengkombinasikan permainan ini dengan cara lain. Misal, Anda menyediakan kotak khusus untuknya yang wajib ia isi dengan sebuah benda yang memiliki guna.
Contoh: ia mengisinya dengan selembar tisu. Minta ia menjelaskan mengapa ia memilih tisu untuk dimasukkan dalam kotaknya.
(3) LOKOMOTIF KERETA: MELATIH KERJA SAMA DAN KEPEMIMPINAN ANAK
“Tuut…tuuut…tuuut…kereta api mau lewaaatt…awass!!”
Anak-anak di kelas saya paling senang bermain kereta-keretaan dengan menyusun kursi-kursi mereka menjadi gerbong. Mereka berimajinasi seolah-olah mereka tengah berada di sebuah kereta api yang sedang berjalan dan berkeliling melihat pemandangan. Hmm…ternyata permainan ini bagus untuk melatih daya imajinasi mereka.
Ada satu permainan sejenis yang hampir sama, namun lebih mengarahkan mereka ke arah pelatihan kerjasama dan kepemimpinan. Saya menyebutnya “bemain loko”.
Cara bermainnya sangat mudah. Minta anak-anak untuk menunjuk dua orang sebagai lokomotif kereta. Dan sisanya –yang menjadi “gerbong”- menyebar kemana saja mereka inginkan, asal tidak terlalu jauh. Setelah itu, mintalah dua orang anak sebagai lokomotif ini untuk mencari “gerbong” kereta mereka. Permainan ini dilombakan, siapa yang paling banyak gerbongnya, dialah yang menang.
Anda sebagai guru juga bisa mengimprovisasikan permainan ini. Misalnya, sekaligus melatih keseimbangan mereka, atau ketangkasan dan kelincahan mereka, Anda bisa memadukannya dengan sarana bermain yang ada. Anda bisa membuat “rel” dengan jalur tangga pelangi, terowongan anak, lalu seluncuran anak. Akan lebih baik jika sekali-kali Anda juga mengambil posisi, sebagai lokomotif atau gerbong, bersama dengan pengajar lain.
Belajar sambil bermain, itu menyenangkan!
TAHAPAN PERKEMBANGAN MOTORIK ANAK
TAHAPAN PERKEMBANGAN MOTORIK ANAK
Oleh : KHOLIFATUL AZIZAH, S.Pd.I.
Apa sih, yang dimaksud dengan perkembangan motorik itu? Apa pula bedanya motorik kasar dengan motorik halus?
Perkembangan motorik adalah proses tumbuh kembang kemampuan gerak seorang anak. Pada dasarnya, perkembangan ini berkembang sejalan dengn kematangan saraf dan otot anak. Sehingga, setiap gerakan sesederhana apapun, adalah merupakan hasil pola interaksi yang kompleks dari berbagai bagian dan system dalam tubuh yang dikontrol oleh otak.
Dan patut diingat, perkembangan setiap anak tidak bisa ama, tergantung proses kematangan masing-masing anak.
Berikut tahapan-tahapan perkembangannya:
Usia 1-2 tahun
Motorik Kasar Motorik Halus
• merangkak
• berdiri dan berjalan beberapa langkah
• berjalan cepat
• cepat-cepat duduk agar tidak jatuh
• merangkak di tangga
• berdiri di kursi tanpa pegangan
• menarik dan mendorong benda-benda berat
• melempar bola • mengambil benda kecil dengan ibu jari atau
telunjuk
• membuka 2-3 halaman buku secara bersamaan
• menyusun menara dari balok
• memindahkan air dari gelas ke gelas lain
• belajar memakai kaus kaki sendiri
• menyalakan TV dan bermain remote
• belajar mengupas pisang
Usia 2-3 tahun
Motorik Kasar Motorik Halus
• melompat-lompat
• berjalan mundur dan jinjit
• menendang bola
• memanjat meja atau tempat tidur
• naik tangga dan lompat di anak tangga
terakhir
• berdiri dengan 1 kaki • mencoret-coret dengan 1 tangan
• menggambar garis tak beraturan
• memegang pensil
• belajar menggunting
• mengancingkan baju
• memakai baju sendiri
Usia 3-4 tahun
Motorik Kasar Motorik Halus
• melompat dengan 1 kaki
• berjalan menyusuri papan
• menangkap bola besar
• mengendarai sepeda
• berdiri dengan 1 kaki • menggambar manusia
• mencuci tangan sendiri
• membentuk benda dari plastisin
• membuat garis lurus dan lingkaran cukup rapi
Usia 4-5 tahun
Motorik Kasar Motorik Halus
• menuruni tangga dengan cepat
• seimbang saat berjalan mundur
• melompati rintangan
• melempar dan menangkap bola
• melambungkan bola • menggunting dengan cukup baik
• melipat amplop
• membawa gelas tanpa menumpahkan isinya
• memasikkan benang ke lubang besar
Dari berbagai sumber.
Oleh : KHOLIFATUL AZIZAH, S.Pd.I.
Apa sih, yang dimaksud dengan perkembangan motorik itu? Apa pula bedanya motorik kasar dengan motorik halus?
Perkembangan motorik adalah proses tumbuh kembang kemampuan gerak seorang anak. Pada dasarnya, perkembangan ini berkembang sejalan dengn kematangan saraf dan otot anak. Sehingga, setiap gerakan sesederhana apapun, adalah merupakan hasil pola interaksi yang kompleks dari berbagai bagian dan system dalam tubuh yang dikontrol oleh otak.
Dan patut diingat, perkembangan setiap anak tidak bisa ama, tergantung proses kematangan masing-masing anak.
Berikut tahapan-tahapan perkembangannya:
Usia 1-2 tahun
Motorik Kasar Motorik Halus
• merangkak
• berdiri dan berjalan beberapa langkah
• berjalan cepat
• cepat-cepat duduk agar tidak jatuh
• merangkak di tangga
• berdiri di kursi tanpa pegangan
• menarik dan mendorong benda-benda berat
• melempar bola • mengambil benda kecil dengan ibu jari atau
telunjuk
• membuka 2-3 halaman buku secara bersamaan
• menyusun menara dari balok
• memindahkan air dari gelas ke gelas lain
• belajar memakai kaus kaki sendiri
• menyalakan TV dan bermain remote
• belajar mengupas pisang
Usia 2-3 tahun
Motorik Kasar Motorik Halus
• melompat-lompat
• berjalan mundur dan jinjit
• menendang bola
• memanjat meja atau tempat tidur
• naik tangga dan lompat di anak tangga
terakhir
• berdiri dengan 1 kaki • mencoret-coret dengan 1 tangan
• menggambar garis tak beraturan
• memegang pensil
• belajar menggunting
• mengancingkan baju
• memakai baju sendiri
Usia 3-4 tahun
Motorik Kasar Motorik Halus
• melompat dengan 1 kaki
• berjalan menyusuri papan
• menangkap bola besar
• mengendarai sepeda
• berdiri dengan 1 kaki • menggambar manusia
• mencuci tangan sendiri
• membentuk benda dari plastisin
• membuat garis lurus dan lingkaran cukup rapi
Usia 4-5 tahun
Motorik Kasar Motorik Halus
• menuruni tangga dengan cepat
• seimbang saat berjalan mundur
• melompati rintangan
• melempar dan menangkap bola
• melambungkan bola • menggunting dengan cukup baik
• melipat amplop
• membawa gelas tanpa menumpahkan isinya
• memasikkan benang ke lubang besar
Dari berbagai sumber.
MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BAHASA ANAK USIA (4-6 TAHUN) MELALUI BERCERITA
MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BAHASA ANAK USIA (4-6 TAHUN) MELALUI BERCERITA
MOTTO
Ambillah hikmah dari setiap apa yang menimpa kita
Pengalaman adalah guru yang terbaik
Berbaktilah kepada kedua orang tuamu niscaya akan lebih mudah
Hormati dan hargailah orang lain jika kita ingin dihormati dan dihargai.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Perkembangan adalah suatu proses perubahan dimana anak belajar menguasai tingkat yang lebih tinggi dari berbagai aspek. Salah satu aspek penting dalam perkembangan adalah aspek perkembangan bahasa. Bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat penting dalam kehidupan manusia karena disamping berfungsi sebagai alat untuk menyatakan pikiran dan perasaan kepada orang lain juga sejaligus sebagai alat untuk memahami perasaan dan pikiran orang lain.
Dimasa kanak-kanak adalah usia yang paling tepat untuk mengembangkan bahasa. Karena pada masa ini sering disebut masa “golden age” dimana anak sangat peka mendapatkan rangsangan-rangsangan baik yang berkaitan dengan aspek fisik motorik, intelektual, sosial, emosi maupun bahasa. Menurut Hurlock, (Musyafa, 2002) perkembangan awal lebih penting dari pada perkembangan selanjutnya, karena dasar awal sangat dipengeruhi oleh belajar dan pengalaman.
Pada kenyataannya anak pra sekolah rata-rata belum banyak menguasai kosa kata yang dijelaskan oleh para ahli. Hal ini terlihat dari komunikasi yang mereka gunakan sehari-hari di sekolah, kadang juga ada anak yang tidak mau berbicara jika ada pertanyaan dari guru atau dalam kegiatan lain, hal ni tentunya akan menghambat perkembangan bahasanya. Disinilah peran guru sangat dibutuhkan dalam mengembangkan bahasa anak terutama di sekolah.
Mengingat hal tersebut penulis mencoba mengembangkan bahasa anak melalui bercerita. diharapkan dengan bercerita akan menambah kosa kata anak yang dapat digunakan dalam mengembangkan bahasa mereka untuk berkomunikasi sehari-hari. Menurut Keraf (1989:4) bahwa mereka yang luas kosa katanya akan memiliki kemampuan yang tinggi untuk memilih kosa kata yang tepat sebagai wakil untuk menyampaikan gagasan. Mengingat kemampuan berbahasa, merupakan salah satu unsur yang perlu dikembangkan di TK, penulis mencoba membahas tentang pentingnya bercerita bagi perkembangan bahasa anak, apakah manfaat bercerita dan lain sebagainya.
Dengan Ridho Allah SWT , mudah-mudahan Tugas Akhir ini dapat membantu guru khususnya dan orang tua pada umumnya yang sedang mengembangkan bahasa anak sesuai dengan perkembangannya.
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas ada beberapa permasalahan yang akan penulis ungkap:
1. Bagaimana cara mengembangkan kemampuan bahasa anak melalui bercerita,
2. Apakah pentingnya bercerita bagi perkembangan anak
3. Apakah manfaat bercerita bagi perkembangan anak
4. Bagaimana cara menyampaiakan bercerita di sekolah
C. TUJUAN
1. Mengetahui cara mengembangkan kemampuan bahasa anak melalui bercerita
2. Mengetahui pentingnya bercerita bagi perkembangan anak
3. Mengetahui manfaat bercerita bagi perkembangan anak
4. Mengatahui cara menyampaian kegiatan bercerita di sekolah
D. MANFAAT
1. Manfaat teoritis
a. Menambah pemahaman penulis tentang penyusunan Tugas Akhir
b. Menambah pemahaman guru tentang kegiatan bercerita di sekolah
c. Membantu guru dan orang tua dalam kegiatan bercerita di sekolah
2. Manfaat Praktis
a. Bagi guru semakin menarik dalam memberikan kegiatan bercerita di
sekolah
b. Bagi orang tua, meningkatkan wawasan dan ketrampilan dalam
memberikan kegiatan bercerita.
***
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP PERKEMBANGAN
1. Pengertian
Perkembangan dapat didefinisikan sebagai deretan progresif dari perubahan yang teratur dan koheren (Hurlock,1978:23). Sedangkan menurut Monks dkk, (1991:1) perkembangan menunjukkan sebuah proses tertentu, yaitu suatu proses yang menuju kedepan dan tidak begitu saja dapat diulang kembali, Selanjutnya Werner (Monks dkk, 1991:1) menegaskan bahwa “Perkembangan menunjukan pada perubahanperubahan dalam suatu arah yang bersifat tetap”. Perkembangan dapat dikatakan sebagai perubahan yang teratur dan bersifat kuantitatif.
2. Tahap-tahap perkembangan
Menurut J. Piaget, ada 4 tahapan perkembangan kognitif:
a. Tahap Sensorimotor
Anak sejak lahir sampai usia sekitar 1 dan 2 tahun. Memahami obyek di sekitarnya melalui sensori dan aktivitas motor dan gerakannya.
b. Tahap praoperasional
Proses berfikir anak berpusat pada penguasaan simbol-simbol (misalnya kata-kata) yang mampu mengungkapkan pengalaman masa lalu.
c. Tahap operasional kongkrit
Pada tahapan ini anak mulai mampu mengatasi masalah yang berkaitan dengan konservasi dalam masalah yang bersifat konkrit.
d. Tahap formal operasional
Pada tahapan ini anak sudah mampu mengatasi masalah yang bersifat abstrak.
B. KONSEP BAHASA
1. Pengertian
Bahasa adalah mencakup segala sarana komunikasi dengan menyimbolkan pikiran dan perasaan untuk menyampaikan makna kepada orang lain (E.B. Hurlock,1997:176). Sedangkan menurut Sumiati, (1987:1) bahasa adalah ucapan pikiran, dan perasaan seseorang yang teratur dan digunakan sebagai alat komunikasi antar anggota masyarakat.
Dengan kata lain bahasa adalah ucapan pikiran dan perasaan untuk menyampaikan makna kepada orang lain yang digunakan sebagai sarana komunikasi.
2. Manfaat bahasa
Bicara tentang bercerita tentunya tidak akan lepas dari bahasa. Karena bahasa adalah sarana atau alat dalam bercerita. Perkembangan bahasa tergantung pada kematangan sel, dukungan lingkungan dan keterdidikan lingkungan. Berikut ini adalah manfaat bahasa:
a. Sebagai alat untuk berkomunikasi
b. Sebagai alat untuk mengembangkan intelektual anak
c. Sebagai alat untuk menyatakan perasaan dan buah pikiran kepada orang lain
d. Melalui bahasa, pendengar/penerima akan mampu memahami apa yang dimaksudkan oleh pengirim berita.
C. KONSEP BERCERITA
1. Pengertian
Bercerita adalah menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan atau sesuatu kejadian dan disampaikan secara lisan dengan tujuan membagikan pengalaman dan pengetahuan kepada orang lain (Bacrtiar S Bachir:2005:10).
Sedangkan menurut M.Nur Mustakim (2005: 20), bercerita adalah upaya untuk mengembangakan potensi kemampuan berbahasa anak melalui pendengaran dan kemudian menuturkannya kembali dengan tujuan melatih ketrampilan anak dalam bercakap-cakap untuk menyampaikan ide dalam bentuk lisan.
Dengan kata lain bercerita adalah menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan atau suatu kejadian secara lisan dalam upaya untuk mengembangkan potensi kemampuan berbahasa.
2. Jenis cerita
Berdasarkan ciri-cirinya cerita dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Cerita lama
Ceria lama pada umumnya mengisahkan kehidupan klasik yang mencerminkan srtruktur kehidupan manusia di zaman lama. Jenis-jenis cerita lama menurut Desy, (1992:166-167) adalah sebagai berikut:
1) Dongeng: Cerita tentang sesuatu yang tidak masuk akal, tidak benar terjadi dan bersifat fantasis atau khayal. Dongeng macamnya sebagai berikut:
Mite: Adalah cerita atau dongeng yang berhubungan dengan kepercayaan masyarakat setempat tentang adanya makhluk halus
Legenda: Adalah dongeng tentang kejadian alam yang aneh dan ajaib
Fabel: Adalah dongeng tentang kehidupan binatang yang diceritakan seperti kehidupan manusia
Saga: Adalah dongeng yang berisi kegagahberanian seorang pahlawan yang terdapat dalam sejarah, tetapi cerita bersifat khayal.
2) Hikayat: Adalah cerita yang melukiskan raja atau dewa yang bersifat khayal
3) Cerita berbingkai: Adalah cerita yang didalamnya terdapat beberapa cerita sebagai sisipan
4) Cerita panji: Adalah bentuk cerita seperti hikayat tapi berasal seperti kesusastraan jawa.
5) Tambo: Adalah cerita mengenai asal-usul keturunan, terutama keturunan raja-raja yang dicampur dengan unsur khayal.
Dengan kata lain jenis cerita yang tepat untuk anak TK adalah jenis cerita fabel karena mereka sedang senang-senangnya dengan hewan peliharaan. Jenis cerita tersebut, dalam penyampaiannya dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari.
b. Cerita baru:
Cerita baru adalah bentuk karangan bebas yang tidak berkaitan dengan sistem sosial dan struktur kehidupan lama. Cerita baru dapat dikembangkan dengan menceritakan kehidupan saat ini dengan keanekaragaman bentuk dan jenisnya.
c. Manfaat bercerita
Menurut Tadkiroatun Musfiroh, (2005:95) ditinjau dari beberapa aspek, manfaat bercerita sebaga beripkut:
1. Membantu pembentukan pribadi dan moral anak
2. Menyalurkan kebutuhan imajinasi dan fantasi
3. Memacu kemampuan verbal anak
4. Merangsang minat menulis anak
5. Merangsang minat baca anak
6. Membuka cakrawala pengetahuan anak
Sedangkan menurut Bachtiar S. Bachri (2005: 11), manfaat bercerita adalah dapat memperluas wawasan dan cara berfikir anak, sebab dalam bercerita anak mendapat tambahan pengalaman yang bisa jadi merupakan hal baru baginya.
Manfaat bercerita dengan kata lain adalah menyalurkan kebutuhan imajinasi dan fantasi sehingga dapat memperluas wawasan dan cara berfikir anak.
***
BAB III
METODE DAN SISTEMATIKA PENULISAN
A. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan Tugas Akhir ini, yaitu:
1. Spesifikasi Penulisan
Penulisan ini termasuk penulisan dalam bentuk deskriptif yaitu menggambarkan keadaan sesuatu. Data diperoleh berdasarkan kejadian- kejadian yang sering terjadi.
2. Metode Pengumpulan Data
Merupakan salah satu metode pengumpulan data yang bersumber dari daftar pustaka, buku dan lain-lain. Buku pustaka berupa referensi yang disalin diperpustakaan dan buku tentang bercerita
B. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penulisan
B. Perumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.Konsep Perkembangan
B. Konsep Bahasa
C. Konsep Bercerita
D. Manfaat Bercerita
BAB III METODE DAN SISTEMATIKA PENULISAN
A. Metode Penulisan
B. Sistematika Penulisan
BAB IV PEMBAHASAN
A. Cara Guru Dalam Mengembangkan Kemampuan Bahasa Anak Melalui Bercerita
B.Pentingnya Bercerita Bagi Perkembangan Anak
C. Manfaat Bercerita Bagi Perkembangan Anak
D. Kegiatan Bercerita Disekolah
BAB V PENUTUP
A. Penutup
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
***
BAB III
PEMBAHASAN
A. CARA GURU DALAM MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BAHASA ANAK MELALUI BERCERITA
Cerita memang menyenangkan anak sebagai penikmatnya, karena bercerita memberikan bahan lain dari ssi kehidupan manusia, dan pengalaman hidup. Pada saat menyimak cerita, sesunguhnya anak-anak memutuskan hubungan dengan dunia nyata untuk sementara waktu, masuk kedalam dunia imajinatif yang bersifat pribadi, cerita secara lisan yang disampaikan pencerita memiliki karakteristik tertentu. Semakin pandai seseorang bercerita semakin kuat pengaruh kata-katanya pada anak. Untuk dapat melakukan pengaruh pada anak seorang pencerita harus memahami bagaimana cara anak berfikir menurut pandangan psikologis dan bagaimana memandang diri dari dunianya secara realita.
Petama kali anak memilki apa yang dimaksud dengan “dunianya” yaitu segala sesuatu yang melatarbelakangi dan mampu difikirkannya tanpa melakukan validasi (pengecekan) terhadap dunia yang sesunguhnya. Contohnya seorang anak memiliki keyakinan bahwa dirinya bisa terbang, dirinya bisa berenang bagai seekor ikan, dan lain-lain. Menurut meraka hal ini adalah kenyataan, oleh karena itu guru dapat memanfaatkannya untuk pembelajaran dan dapat dijadikan bahan kegiatan bercerita. Kedua, anak perlu memahami “kenyataan” yang seharusnya yaitu bahwa disamping alam befikir yang bebas anak harus dihadapkan pada realita yang sesungguhnya, contohnya: api itu panas dan dapat menyebabkan luka jika mengenai badan/kulit.
Sedangkan seorang guru dalam menyampaikan agar menarik dan anak dapat berkonsentrasi dalam mendengarkan cerita yaitu dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan suara yang keras, memberi penugasan kepada anak setelah medengarkan cerita, menggunakan medoia dalam bercerita, selingi dengan hiburan atau bernyanyi.
Cerita yang menarik adalah cerita mengenai diri dan imajinasi pendengarnya, oleh karena itu penceritaan terhadap anak perlu menggabungkan kemapuan melihat realita dan kemampuan berfikir yang bebas,imajinasi yang ditambah dengan kelucuan dan hiburan dalam cerita yang disampaikan sehingga anak tidak bosan mendengarnya dan dapat membangkitkan imajinasi mereka. Disamping itu seorang guru sebelum menyampaikan cerita terlebih dahulu menentukan kriteria-kriteria sebagai berikut:
1. Tema
Tema adalah makna yang terkandung didalam sebuah cerita.Untuk anak TK cerita yang diberikan sebaiknya memiliki tema tunggal, berupa tema sosial maupun tema ke-Tuhanan. Tema yang lain misalnya tema moral dan kemanusiaan. Disamping itu tema yang disampaikan hendaknya bersifat tradisional misalnya cerita tentang pertentangan baik dan buruk.
2. Amanat
Amanat adalah ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang dalam karyanya (Sudjiman,1992;57). Amanat untuk cerita anakanak harus ada didalam cerita atau dongeng, baik ditampilkan secara eksplisif maupu implisif, baik dinyatakan melalui para tokohnya, maupun oleh penceritanya.
3. Plot atau alur cerita
Plot adalah peristiwa-peristiwa naratif yang disusun dalam serangkaian waktu. Karena kemampuan logika anak TK belum berkembang maksimal, maka plot yang disampaikan dalam cerita cenderung sederhana tidak terlalu sulit.
4. Tokoh dan penokohan
Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami berbagai peristiwa dalam cerita. Anak TK memerlukan tokoh cerita yang jelas dan sederhana. Tokoh-tokoh sederhana membantu anak-anak dalam mengidentifikasi tokoh jahat dan tokoh baik.
5. Sudut Pandang
Sudut pandang merupakan salah satu sarana cerita (Stanton, 1973). Dalam cerita lisan untuk anak TK menggunakan kata “dia” baru sebagai pembawa cerita dituntut untuk dapat membawakan dialog dengan baik, sehingga katakter tokoh dapat diidentifikasi anak.
6. Latar
Latar adalah unsur cerita yang menunjukkan kepada penikmatnya dimana dan kapan kejadian-kejadian dalam cerita berlangsung. Cerita anak boleh terjadi dalam latar atau setting apapun asal sesuai dengan perkembangan kognsi dan moral anak-anak. Adapun setting waktu yang tepat adalah yang sesuai dengan tingkat perkembangan bahasa anak seperti besok dan sekarang.
7. Sarana Kebahasaan
Agar apa yang disampaikan itu sampai kepada penikmatnya yang dituju, bahasa yang digunakan harus disesuaikan dengan tingkat usia, sosial dan pendidikan penikmatnya. Bahasa cerita untuk anak-anak ditandai dengan ciri-ciri bentuk kebahasaan seperti pilihan kata, struktur kalimat dan bentuk-bentuk bahasa tertentu. Pada dongeng, sebagai bagian dari cerita rakyat, sarana kebahasaan cenderung tetap pada bagian awal dan akhir, seperti “pada suatu hari… dan akhirnya mereka bahagia”.
B. PENTINGNYA BERCERITA BAGI PERKEMBANGAN ANAK
Banyak orang tidak menyadari betapa besar pengaruh cerita bagi perkembangan bahasa anak, bahkan sampai membentuk budayanya. Pengaruh cerita, membaca cerita dan bercerita yang demikian besar menjadi salah satu alasan bagaimana cerita yang baik.
Cerita juga dapat digunakan oleh orang tua dan guru sebagai sarana mendidik dan membentuk kepribadian anak melalui pendekatan transmisi budaya (Suyanto & Abbas,2001). Melalui kegiatan ini, transmisi budaya terjadi secara alamiah, bawah sadar dan akumulatif hingga jalin menjalin membentuk kepribadian anak. Bercerita menjadi sesuatu yang penting bagi anak karena beberapa alasan:
1. Bercerita merupakan alat pendidikan budi pkerti yang paling mudah di cerna anak
2. Bercerita merupakan metode dan materi yang dapat di integrasikan dengan dasar
ketrampilan lain, yakni berbicara, membaca dan menulis.
3. Bercerita memberi ruang lingkup yang bebas pada anak untuk mengembangan
kemampuan bersimpati dan berempati
4. Bercerita memberikan “pelajaran” budaya dan budi pekerti yang memiliki retensi
lebih kuat dari pada “pelajaran” budi pekerti yang diberikan melalui penuturan
atau perintah langsung.
5. Bercerita memberi contoh pada anak bagaimana menyikapi suatu permasalan
dengan baik, sekaligu memberi “pelajaran” pada anak bagaimana cara
mengendalikan keinginan-keinginan yang dinilai negative oleh masyarakat.
Arti pentingnya cerita bagi perkembangan anak tidak dapat dilepaskan dari kemampuan guru dalam mentransmisikan nilai-nilai luhur kehidupan dalam bentuk cerita atau dongeng.Kemampuan gurulah yang sebenarnya menjadi tolak ukur kebermaknaan bercerita. Tanpa itu dongeng dan cerita tidak akan memberikan makna apa-apa bagi anak.
C. MANFAAT BERCERITA BAGI PERKEMBANGAN ANAK
Cerita merupakan kebutuhan universal manusia, dari anak-anak hingga orang dewasa. Bagi anak-anak, cerita tidak sekedar memberi manfaat emotif tetapi juga membantu pertumbuhan mereka dalam berbagai aspek. Oleh karena itu bercerita merupakan aktivitas penting dan tak terpisahkan dalam program pendidikan untuk anak usia dini. Cerita bagi anak memiliki manfaat yang sama pentingnya dengan aktivitas dan program pendidikan itu sendiri. Ditinjau dari berbagai aspek, manfaat tersebut akan diuraikan sebagai berikut:
1. Membantu pembentukan pribadi dan moral anak. Cerita sangat efektif untuk mempengaruhi cara berfikir dan cara berperilaku anak karena mereka senang mendengarkan cerita walaupun dibacakan secara berulang-ulang. Pengulangan imajinasi anak, dan nilai kedekatan guru dan orang tua membuat cerita menjadi efektif untuk mempengaruhi cara berfikir mereka.
Cerita mendorong perkembangan moral anak karena beberapa sebab, yaitu sebagai berikut:
a. Menghadapkan siswa kepada situasi yang mengandung “konsiderasi” yang sedapat mungkin mirip dengan yang dihadapi siswa dalam kehidupan.
b. Cerita dapat memancing siswa menganalisis situasi, dengan melihat bukan hanya yang nampak tetapi juga sesuatu yang tersirat didalamnya, untuk menemukan isyarat-isyarat halus yang tersembunyi tentang perasaan, kebutuhan dan kepentingan orang lain.
c. Cerita mendorong siswa untuk menelaah perasaan sendiri sebelum ia mendengar respon orang lain untuk dibandingkan.
d. Cerita mengembangkan rasa konsiderasi yaitu pemahaman dan penghayatan atas apa yang diucapkan/dirasakan tokoh hingga akhirnya anak memiliki konsiderasi terhadap tokoh lain dalam alam nyata (Nasution,1989:162-163).
2. Menyalurkan kebutuhan imajinasi dan fantasi. Anak-anak membutuhkan penyaluran imajinasi dan fantasi tentang berbagai hal yang selalu muncul dalam pikiirannya. Masa usia pra sekolah merupakan masa-masa aktif anak berimajinasi. Tak jarang anak “mengarang” suatu cerita sehingga oleh sebagian orang tua dianggap sebagai kebohongan. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya, imajinasi anak-anak sedang membutuhkan penyaluran. Salah satu tempat yang tepat adalah cerita.
Anak membutuhkan dongeng atau cerita karena beberapa hal:
a. Anak membangun gambaran-gambaran mental pada saat guru memperdengarkan kata-kata yang melukiskan kejadian.
b. Anak memperoleh gambaran yang beragam sesuai dengan latar belakang pengetahun dan pengalaman masing-masing.
c. Anak memperoleh kebebasan untuk melakukan pilihan secara mental.
d. Anak memperoleh kesempatan menangkap imajinasi dan citraan- citraan cerita: citraan gerak, citraan visual, dan auditif.
3. Memacu kemampuan verbal anak. Cerita yang bagus tidak sekedar menghibur tetapi juga mendidik, sekaligus merangsang perkembangan komponen kecerdasan linguistik yang paling penting yakni kemampuan menggunakan bahasa untuk mencapai sasaran praktis. Selama menyimak cerita, anak belajar bagaimana bunyibunyi yang bermakna diajarkan dengan benar, bagaimana kata-kata disusun secara logis dan mudah dipahami, bagaimana konteks dan konteks berfungsi dalam makna.
Memacu kecerdasan linguistik merupakan kegiatan yang sangat penting. Pernyataan ini didukung oleh pendapat sejumlah ahli, bahwa diantara komponen kecerdasan yang lain, kecerdasan linguistiklah yang mungkin merupakan kecerdasan yang paling universal.
Cerita mendorong anak bukan saja senang menyimak cerita, tetapi juga senang bercerita atau berbicara. Anak belajar tentang tata cara berdialog dan bernarasi dan terangsang untuk menirukannya. Kemampuan pragmatik terstimulasi karena dalam cerita ada negosiasi, pola tindak-tutur yang baik seperti menyuruh, melarang, berjanji, mematuhi larangan dan memuji.
Memacu kemampuan bercerita anak merupakan sesuatu yang penting, karena beberapa alasan, yaitu pertama anak memiliki kosa kata cenderung berhasil dalam meraih prestasi akademik. Kedua, anak yang pandai berbicara memperoleh perhatian dari orang lain. Hal ini penting karena pada hakikatnya anak senang menjadi pusat perhatian dari orang lain.
Ketiga, anak yang pandai berbicara mampu membina hubungan dengan orang lain dan dapat memerankan kepemimpinannya dari pada anak yang tidak dapat berbicara. Berbicara baik mengisyaratkan latar belakang yang baik pula. Keempat, anak yang pandai berbicara akan memiliki kepercayaan diri dan penilaian diri yang positif, terutama setelah mendengar komentar orang tentang dirinya.
4. Merangsang Minat menulis. Pengaruh cerita terhadap kecerdasan bahasa anak diakui oleh Leonhardt. Menurutnya cerita memancing rasa kebahasaan anak . anak yang gemar mendengar dan membaca cerita akan memiliki kemampuan berbicara, menulis dan memahami gagasan rumit secara lebih baik (Leonhardt,1997:27). Ini berarti selain memacu kemampuan berbicara, menyimak cerita juga merangsang minat menulis anak.
5. Merangsang minat baca anak. Bercerita dengan media buku, menjadi stimulasi yang efektif bagi anak TK, karena pada waktu itu minat baca pada anak mulai tumbuh. Minat itulah yang harus diberi lahan yang tepat, antara lain melalui kegiatan bercerita.
Menstimulasi minat baca anak lebih penting dari pada mengajar mereka membaca, menstimulasi memberi efek yang menyenangkan, sedangkan mengajar seringkali justru membunuh minat baca anak, apalagi bila hal tersebut dilakukan secara dipaksa.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk memupuk minat baca anak berkaitan dengan bercerita adalah sebagai berikut:
a. Biarkan anak memilih sendiri buku cerita yang dibacakan guru. Dalam hal ini, guru mempersiapkan beberapa buku yang hendak dibacakan, dan anak memilih buku cerita mana yang akan dibacakan guru.
b. Persiapkan buku-buku yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak, baik tulisan, piliha kata, isi cerita, panjang cerita, maupun ilustrasinya.
c. Bawalah anak –anak ke perpustakaaan atau TK yang menyediakan bahan bacaan.
d. Bacakanlah cerita dengan lafal yang baik dan menarik. Tunjukkan jari kelambang tulis.
6. Membuka cakrawala pengetahuan anak. Setiap anak pada hakekatnya sangat tertarik untuk mengenal dunia, dan karena dunia ini cenderung berkaitan dengan budaya dan identitas banyak orang, maka anak juga tertarik untuk mengenal budaya dan ras lain. Cerita kadang menyimpan daya rangsang tinggi untuk memicu daya eksplorasi anak tentang lingkungan.
Kegiatan bercerita dapat memperluas wawasan dan cara berfikir anak, sebab dalam kegiatan bercerita anak mendapat tambahan pengalaman yang bisa jadi merupakan hal baru baginya, atau juga seandainya bukan merupakan hal baru tentu akan mendapatkan kesempatan untuk mengulang kembali ingatan akan hal yang pernah didapat atau dialaminya.
D. KEGIATAN BERCERITA DI SEKOLAH
Untuk menyajikan secara menarik, diperlukan beberapa persiapan, mulai dari memilih jenis cerita, menyiapkan tempat, panyiapan alat peraga dan sebagainya hingga penyajian cerita.
1. Memilah dan memilih materi cerita
Diantara berbagai jenis cerita, cerita tentang pengalaman seseorang dan faktor tradisional merupakan sumber cerita terbaik bagi anak-anak.
a. Jenis cerita
Dalam program pembelajaran di TK, cerita dapat digolongkan menjadi tiga, yakni cerita untuk program inti, cerita untuk program pembuka, dan cerita untuk tujuan rekreasi pada akhir program. Cerita untuk program inti, digunakan dalam kegiatan inti cerita ini disampaikan oleh guru sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin di capai. Misalnya cerita tentang Bebek si buruk rupa. Ceria ini menggambarkan seekor bebek yang buruk rupanya, tetapi hatinya baik, suka menolong dan sebagainya. Tujuan pembelajaran ini, guru ingin menanamkan rasa saling tolong menolong, tidak membeda- bedakan teman. Cerita untuk program pembuka dan penutup, disampaikan pada kegiatan inti dan penutup yang menyampaikan adalah anak, seorang guru hanya memberikan stimulasi, misalnya dalam kegiatan berbagi cerita tentang pengalaman naik sepeda dan sebagainya. Sedangkan cerita untuk tujuan rekreasi pada akhir program, cerita ini disampaikan oleh anak setelah liburan sekolah.
Untuk jenis cerita anak yang banyak disukai adalah cerita fabel karena anak sedang senang dengan binatang-binatang peliharaan.
2. Pengelolaan kelas untuk bercerita
Pengelolaan kelas merupakan upaya dalam mendayagunakan potensi kelas (Sudirman,1987:310).pengelolaan kelas dengan baik seorang guru perlu memperhatikan aspek-aspek pengelolaan kelas yang terdiri:
a. Pengorganisasian siswa
Bentuk pengelompokan anak-anak yang akan dilibatkan atau diajak berinteraksi dalam penceritaan terlebih dahulu guna mengetahui hubungan sosial antar anak dalam kelas.
b. Penugasan kelas
Dalam kegiatan bercerita, penugasan kelas dapat dilakukan dengan meminta anak-anak untuk mencari tokoh utama dalam cerita mengingatnya dan menyebutkan kembali sifat-sifatnya. Tentunya tugas tersebut dikomunikasikan terlebih dahulu sebelum penceritaan berlangsung.
c. Disiplin kelas
Dalam kegiatan bercerita di TK, bentuk-bentuk disiplin kelas tentu harus disesuaikan dengan karakteristik anak usia dini. Dalam melakukan peceritaannya seorang guru tetap perlu menenangkan muridnya untuk mendengarkan pesan melalui ceritanya. Proses menenangkan murid perlu dilakukan dengan cara mendidik, tidak disertai dengan ancaman dilakuan dengan mengikat perhatian mereka melalui cerita yang disajikan dengan menarik sehingga tidak membuat anak sibuk sendiri.
d. Pembimbingan siswa
Dalam kegiatan bercerita, bimbingan yang diperlukan dapat berbentuk pemberian informasi sejelas-jelasnya tentang proses dan tujuan cerita yang akan disampaikan serta kemungkinan permasalahan yang muncul dalam memahami pembelajaran yang akan diikutinya.
3. Pengelolaan tempat untuk bercerita
a. Penataan tempat untuk bercerita
Tempat duduk sisa dalam kegiatan bercerita perlu mendapatkan perhatian yang serius. Sebab tempat duduk berkaitan dengan banyak hal. Keterkaitan itu adalah; interaksi guru dan siswa, karakteristik materi penceritaan, media pembelajaran yang digunakan dalam penceritaan.Oleh karena, itu tempat duduk siswa sangat berpengaruh dalam keberhasilan kegiatan bercerita.
Aktifitas bercerita tidak harus dilakukan didalam kelas, kegiatan bercerita dapat dilakukan dimanapun asal memenuhi kriteria kebersihan, keamanan dan kenyamanan. Jika jumlah anak sedikit, bercerita dapat dilakukan diberbagai tempat seperti di teras, di bawah pohon, dan lain sebagainya. Pada prinsipnya yang penting tempat tersebut dapat menampung semua anak, teduh, bersih dan aman.
Apabila jumlah anak relatif banyak sebaiknya dipilih tempat yang lebih luas. Ruang kelas merupakan tempat yang paling representatif (memenuhi persyaratan) yang lebih baik lagi apabila cerita yang disampaikan ditempat yang berkaitan. Misalnya: Monumen Yogya kembali, disampaikan di Yogyakarta.
b. Posisi media
Penempatan dalam ruangan perlu memperhatikan beberapa aspek. Keterjangkauan menjadi prioritas bahwa semua media yang akan dipakai mudah dijangkau oleh guru sehingga tidak mengganggu proses penceritaan. Aspek lain yang perlu diperhatikan adalah keselamatan media terhadap kemungkinan gangguan yang muncul berasal dari murid-murid sendiri. Untuk itu yang perlu dilakukan adalah peraturan akan murid, guru dan media dengan baik.
Media yang biasa digunakan disekolah adalah buku cerita, gambar dan boneka. Bercerita dengan media buku dipilih apabila guru memiliki keterbatasan pengalaman. Disamping itu membiasakan cerita dalam buku memiliki kelebihan dan kelemahan yang harus diatasi guru.
Beberapa keuntungan tersebut yaitu:
1) Mebacakan cerita dalam buku merupakan demonstrasi terbaik bagaimana mencintai buku.
2) Buku merupakan sumber ide terbaik.
3) Ketika menyimak tulisan, anak memiliki kesempatan untuk memprediksi kata dari kelanjutan cerita.
4) Keberadaan buku mendorong anak untuk belajar “membacanya” sendiri begitu kegiatan bercerita selesai (Wright,1998:13).
5) Bercerita dengan alat peraga buku memilki pengaruh yang positif dalam memunculkan kemampuan keberaksaraan dan mendorong tumbuhnya kesiapan baca pada anak.
Bercerita dengan media gambar digunakan untuk menyampaikan dongeng kepada anak meliputi gambar seri dalam bentuk kertas lepas dan buku serta gambar didepan flannel. Sedangkan bercerita dengan media boneka, membutuhkan persiapan yang lebih matang terutama persiapan memainkan boneka. Beberapa jenis boneka yang dapat digunakan sebagai alat peraga bercerita, yakni boneka gagang (termasuk didalamnya wayang), boneka gantung, boneka tangan dan boneka tempel.
c. Penataan Ruang Cerita
Kegiatan bercerita di TK dapat dilakukan dimana saja. Pelaksanaanya dapat dilakukan didalma maupun diluar kelas. Jika penceritaan dilakukan di dalam kelas, maka kelas perlu dtata untuk memberikan dukungan penceritaan. Penataan tersebut meliputi ventilasi, tata cahaya dan tata warna. Sedangkan penataan yang dilakukan di luar kelas membutuhkan beberapa hal yang perlu diperhatikan diantaranya:
1) Kesesuaian tuntutan cerita
2) Keamanan
3) Kenyamanan
4. Strategi Penyamain cerita untuk anak
Kegiatan bercerita di sekolah dapat dilakukan dengan baik, apabila sebelumnya dipersiapkan terlebih dahulu, tidak hanya itu saja peran seorang guru disini juga sangat berperan penting, untuk memberikan suasana yang menyenangkan agar anak dalam mendengarkan cerita atau bercerita dengan hati yang senang. Karena pada prinsipnya belajar di TK itu belajar sambil bermain.Oleh karena itu seorang guru harus mempunyai metode yang tepat dalam menyampaikan kegiatan bercerita, strategi tersebut yaitu:
a. Straregi Storytelling
Straregi Storytelling merupakan penceritaan cerita yang dilakukan secara terencana dengan menggunakan boneka, atau benda-benda visual, metode ini bertujuan untuk menghasilkan kemampuan berbahasa anak. Penggunaan metide ini dibutuhkan untuk melatih dan membentuk ketrampilan berbicara, pengembangkan daya nalar, dan pengembanangkan imajinasi anak. Metode ini contohnya seperti metode sandiwara boneka, metode bermain peran, metode bercakap- cakap dan metode tanya jawab.
Sampai di sini
b. Strategi Reproduksi Cerita
Strategi reproduksi cerita adalah kegiatan belajar mengajar bercerita
kembali cerita yang didengar. Tujuan kegiatan ini sama dengan tujuan
straregi Storytelling. Strategi ini dimulai setelah guru
bercerita,kemudian anak diminta menceritakan cerita itu sesuai dengan
daya tangkap anak.
c. Strategi Simulasi Kreatif
Strategi simulasi kreatif dilaksanakan untuk memanipulasi kegiatan
belajar sambil bermain dari penggalan dialog cerita atau bermain peran
membawakan tokoh-tokoh dalam cerita.
29
BAB V
PENUTUP
A. SIMPULAN
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan, maka penulis
menyampaikan kesimpulan sebagai berikut:
1. Bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat penting dalam kehidupan
manusia karena disamping berfungsi sebagai alat untuk menyatakan
pikiran dan perasaan kepada orang lain, juga sekaligus sebagai alat untuk
memahami perasaan dan pikiran orang lain.
2. Melalui bercerita, kosa kata anak akan bertambah, hal inilah yang dapat
membantu dalam mengembangkan bahasa mereka.
3. Bercerita membantu pembentukan pribadi dan moral anak, menyalurkan
kebutuhan imajinasi, memacu kemampuan verbal anak, merangsang minat
menulis anak, merangsang minat baca anak, membuka cakrawala
pengetahuan anak.
4. Cerita yang baik adalah cerita yang memenuhi kriteria seperti tema,
amanat, plot, tokoh dan penokohan, sudut pandang, latar dan sarana
kebahasaan.
5. Jenis cerita dibagi menjadi dua yang pertama cerita lama meliputi:
dongeng, hikayat, cerita berbingkai, cerita panji dan tambo. Yang kedua
cerita baru.
30
6. Kegiatan bercerita di sekolah, harus dipersiapkan terlebih dahulu yaitu
dengan memilah dan memilih materi cerita, pengelolaan kelas untuk
bercerita, pengelolaan tempat untuk bercerita.
7. Strategi penyampaian cerita untuk anak dilakuan dengan cara Story telling,
reroduksi cerita dan simulasi kratif.
B. SARAN
Salah satu Tugas Akhir ini adalah untuk memperkaya pengetahuan, di
bawah ini dikemukakan saran sebagai berikut:
1. Tugas Akhir untuk menambah wawasan pembaca tentang pengetahuan,
ketrampilan dan sikap tentang pembelajaran cerita anak. Oleh karena itu,
kehadiran Tugas Akhir ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk
kebutuhan pengembanagn ilmu.
2. Dalam penyajian cerita hendaknya diperhatikan langkah-langkah
penyusunan persiapan pelaksanaan cerita. Dengan upaya ini di harapkan
cerita dapat berfungsi secara maskimal dan sesuai dengan tujuan yang
diharapkan.
3. Strategi penyampain cerita story telling, reproduksi cerita dan simulasi
kreatif dapat dimanfaatkan oleh orang tua, guru dan calon guru TK untuk
meningkatkan keptrampilan menyajikan cerita yang menyenangkan anak
yang kreatif dan efisien. Terutama untuk mengembangkan bahasa anak.
31
DAFTAR PUSTAKA
Bachri, S Bachtiar. 2005. Pengembangan Kegiatan Bercerita, Teknik dan
Prosedurnya. Jakarta: Depdikbud
Hurlock, B Elizabeth. 1997. Perkembangan Anak Jilid I. Jakarta: Erlangga.
Musfiroh, Tadkiroatun. 2005. Bercerita Untuk Anak Usia Dini. Jakarta:
Depdiknas.
Nur Aeni E. 2000. Metode Pengembangan Kemampuan Berbahasa. Jakarta:
Depdiknas.
Saleh, Chasimar, dkk. 1991. Pedoman guru Bidang Pengembangan
Kemampuan Berbahasa di TK. Jakarta: Depdikbud.
Soeparmoto, dkk. 2004. Psikologi Perkembangan. Semarang: UNNES Press.
Widodo, Isye. 2002. Sampai Dimana Kemampuan Anak Prasekolah. Jakarta:
Klinik Peka
MOTTO
Ambillah hikmah dari setiap apa yang menimpa kita
Pengalaman adalah guru yang terbaik
Berbaktilah kepada kedua orang tuamu niscaya akan lebih mudah
Hormati dan hargailah orang lain jika kita ingin dihormati dan dihargai.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Perkembangan adalah suatu proses perubahan dimana anak belajar menguasai tingkat yang lebih tinggi dari berbagai aspek. Salah satu aspek penting dalam perkembangan adalah aspek perkembangan bahasa. Bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat penting dalam kehidupan manusia karena disamping berfungsi sebagai alat untuk menyatakan pikiran dan perasaan kepada orang lain juga sejaligus sebagai alat untuk memahami perasaan dan pikiran orang lain.
Dimasa kanak-kanak adalah usia yang paling tepat untuk mengembangkan bahasa. Karena pada masa ini sering disebut masa “golden age” dimana anak sangat peka mendapatkan rangsangan-rangsangan baik yang berkaitan dengan aspek fisik motorik, intelektual, sosial, emosi maupun bahasa. Menurut Hurlock, (Musyafa, 2002) perkembangan awal lebih penting dari pada perkembangan selanjutnya, karena dasar awal sangat dipengeruhi oleh belajar dan pengalaman.
Pada kenyataannya anak pra sekolah rata-rata belum banyak menguasai kosa kata yang dijelaskan oleh para ahli. Hal ini terlihat dari komunikasi yang mereka gunakan sehari-hari di sekolah, kadang juga ada anak yang tidak mau berbicara jika ada pertanyaan dari guru atau dalam kegiatan lain, hal ni tentunya akan menghambat perkembangan bahasanya. Disinilah peran guru sangat dibutuhkan dalam mengembangkan bahasa anak terutama di sekolah.
Mengingat hal tersebut penulis mencoba mengembangkan bahasa anak melalui bercerita. diharapkan dengan bercerita akan menambah kosa kata anak yang dapat digunakan dalam mengembangkan bahasa mereka untuk berkomunikasi sehari-hari. Menurut Keraf (1989:4) bahwa mereka yang luas kosa katanya akan memiliki kemampuan yang tinggi untuk memilih kosa kata yang tepat sebagai wakil untuk menyampaikan gagasan. Mengingat kemampuan berbahasa, merupakan salah satu unsur yang perlu dikembangkan di TK, penulis mencoba membahas tentang pentingnya bercerita bagi perkembangan bahasa anak, apakah manfaat bercerita dan lain sebagainya.
Dengan Ridho Allah SWT , mudah-mudahan Tugas Akhir ini dapat membantu guru khususnya dan orang tua pada umumnya yang sedang mengembangkan bahasa anak sesuai dengan perkembangannya.
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas ada beberapa permasalahan yang akan penulis ungkap:
1. Bagaimana cara mengembangkan kemampuan bahasa anak melalui bercerita,
2. Apakah pentingnya bercerita bagi perkembangan anak
3. Apakah manfaat bercerita bagi perkembangan anak
4. Bagaimana cara menyampaiakan bercerita di sekolah
C. TUJUAN
1. Mengetahui cara mengembangkan kemampuan bahasa anak melalui bercerita
2. Mengetahui pentingnya bercerita bagi perkembangan anak
3. Mengetahui manfaat bercerita bagi perkembangan anak
4. Mengatahui cara menyampaian kegiatan bercerita di sekolah
D. MANFAAT
1. Manfaat teoritis
a. Menambah pemahaman penulis tentang penyusunan Tugas Akhir
b. Menambah pemahaman guru tentang kegiatan bercerita di sekolah
c. Membantu guru dan orang tua dalam kegiatan bercerita di sekolah
2. Manfaat Praktis
a. Bagi guru semakin menarik dalam memberikan kegiatan bercerita di
sekolah
b. Bagi orang tua, meningkatkan wawasan dan ketrampilan dalam
memberikan kegiatan bercerita.
***
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP PERKEMBANGAN
1. Pengertian
Perkembangan dapat didefinisikan sebagai deretan progresif dari perubahan yang teratur dan koheren (Hurlock,1978:23). Sedangkan menurut Monks dkk, (1991:1) perkembangan menunjukkan sebuah proses tertentu, yaitu suatu proses yang menuju kedepan dan tidak begitu saja dapat diulang kembali, Selanjutnya Werner (Monks dkk, 1991:1) menegaskan bahwa “Perkembangan menunjukan pada perubahanperubahan dalam suatu arah yang bersifat tetap”. Perkembangan dapat dikatakan sebagai perubahan yang teratur dan bersifat kuantitatif.
2. Tahap-tahap perkembangan
Menurut J. Piaget, ada 4 tahapan perkembangan kognitif:
a. Tahap Sensorimotor
Anak sejak lahir sampai usia sekitar 1 dan 2 tahun. Memahami obyek di sekitarnya melalui sensori dan aktivitas motor dan gerakannya.
b. Tahap praoperasional
Proses berfikir anak berpusat pada penguasaan simbol-simbol (misalnya kata-kata) yang mampu mengungkapkan pengalaman masa lalu.
c. Tahap operasional kongkrit
Pada tahapan ini anak mulai mampu mengatasi masalah yang berkaitan dengan konservasi dalam masalah yang bersifat konkrit.
d. Tahap formal operasional
Pada tahapan ini anak sudah mampu mengatasi masalah yang bersifat abstrak.
B. KONSEP BAHASA
1. Pengertian
Bahasa adalah mencakup segala sarana komunikasi dengan menyimbolkan pikiran dan perasaan untuk menyampaikan makna kepada orang lain (E.B. Hurlock,1997:176). Sedangkan menurut Sumiati, (1987:1) bahasa adalah ucapan pikiran, dan perasaan seseorang yang teratur dan digunakan sebagai alat komunikasi antar anggota masyarakat.
Dengan kata lain bahasa adalah ucapan pikiran dan perasaan untuk menyampaikan makna kepada orang lain yang digunakan sebagai sarana komunikasi.
2. Manfaat bahasa
Bicara tentang bercerita tentunya tidak akan lepas dari bahasa. Karena bahasa adalah sarana atau alat dalam bercerita. Perkembangan bahasa tergantung pada kematangan sel, dukungan lingkungan dan keterdidikan lingkungan. Berikut ini adalah manfaat bahasa:
a. Sebagai alat untuk berkomunikasi
b. Sebagai alat untuk mengembangkan intelektual anak
c. Sebagai alat untuk menyatakan perasaan dan buah pikiran kepada orang lain
d. Melalui bahasa, pendengar/penerima akan mampu memahami apa yang dimaksudkan oleh pengirim berita.
C. KONSEP BERCERITA
1. Pengertian
Bercerita adalah menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan atau sesuatu kejadian dan disampaikan secara lisan dengan tujuan membagikan pengalaman dan pengetahuan kepada orang lain (Bacrtiar S Bachir:2005:10).
Sedangkan menurut M.Nur Mustakim (2005: 20), bercerita adalah upaya untuk mengembangakan potensi kemampuan berbahasa anak melalui pendengaran dan kemudian menuturkannya kembali dengan tujuan melatih ketrampilan anak dalam bercakap-cakap untuk menyampaikan ide dalam bentuk lisan.
Dengan kata lain bercerita adalah menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan atau suatu kejadian secara lisan dalam upaya untuk mengembangkan potensi kemampuan berbahasa.
2. Jenis cerita
Berdasarkan ciri-cirinya cerita dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Cerita lama
Ceria lama pada umumnya mengisahkan kehidupan klasik yang mencerminkan srtruktur kehidupan manusia di zaman lama. Jenis-jenis cerita lama menurut Desy, (1992:166-167) adalah sebagai berikut:
1) Dongeng: Cerita tentang sesuatu yang tidak masuk akal, tidak benar terjadi dan bersifat fantasis atau khayal. Dongeng macamnya sebagai berikut:
Mite: Adalah cerita atau dongeng yang berhubungan dengan kepercayaan masyarakat setempat tentang adanya makhluk halus
Legenda: Adalah dongeng tentang kejadian alam yang aneh dan ajaib
Fabel: Adalah dongeng tentang kehidupan binatang yang diceritakan seperti kehidupan manusia
Saga: Adalah dongeng yang berisi kegagahberanian seorang pahlawan yang terdapat dalam sejarah, tetapi cerita bersifat khayal.
2) Hikayat: Adalah cerita yang melukiskan raja atau dewa yang bersifat khayal
3) Cerita berbingkai: Adalah cerita yang didalamnya terdapat beberapa cerita sebagai sisipan
4) Cerita panji: Adalah bentuk cerita seperti hikayat tapi berasal seperti kesusastraan jawa.
5) Tambo: Adalah cerita mengenai asal-usul keturunan, terutama keturunan raja-raja yang dicampur dengan unsur khayal.
Dengan kata lain jenis cerita yang tepat untuk anak TK adalah jenis cerita fabel karena mereka sedang senang-senangnya dengan hewan peliharaan. Jenis cerita tersebut, dalam penyampaiannya dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari.
b. Cerita baru:
Cerita baru adalah bentuk karangan bebas yang tidak berkaitan dengan sistem sosial dan struktur kehidupan lama. Cerita baru dapat dikembangkan dengan menceritakan kehidupan saat ini dengan keanekaragaman bentuk dan jenisnya.
c. Manfaat bercerita
Menurut Tadkiroatun Musfiroh, (2005:95) ditinjau dari beberapa aspek, manfaat bercerita sebaga beripkut:
1. Membantu pembentukan pribadi dan moral anak
2. Menyalurkan kebutuhan imajinasi dan fantasi
3. Memacu kemampuan verbal anak
4. Merangsang minat menulis anak
5. Merangsang minat baca anak
6. Membuka cakrawala pengetahuan anak
Sedangkan menurut Bachtiar S. Bachri (2005: 11), manfaat bercerita adalah dapat memperluas wawasan dan cara berfikir anak, sebab dalam bercerita anak mendapat tambahan pengalaman yang bisa jadi merupakan hal baru baginya.
Manfaat bercerita dengan kata lain adalah menyalurkan kebutuhan imajinasi dan fantasi sehingga dapat memperluas wawasan dan cara berfikir anak.
***
BAB III
METODE DAN SISTEMATIKA PENULISAN
A. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan Tugas Akhir ini, yaitu:
1. Spesifikasi Penulisan
Penulisan ini termasuk penulisan dalam bentuk deskriptif yaitu menggambarkan keadaan sesuatu. Data diperoleh berdasarkan kejadian- kejadian yang sering terjadi.
2. Metode Pengumpulan Data
Merupakan salah satu metode pengumpulan data yang bersumber dari daftar pustaka, buku dan lain-lain. Buku pustaka berupa referensi yang disalin diperpustakaan dan buku tentang bercerita
B. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penulisan
B. Perumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.Konsep Perkembangan
B. Konsep Bahasa
C. Konsep Bercerita
D. Manfaat Bercerita
BAB III METODE DAN SISTEMATIKA PENULISAN
A. Metode Penulisan
B. Sistematika Penulisan
BAB IV PEMBAHASAN
A. Cara Guru Dalam Mengembangkan Kemampuan Bahasa Anak Melalui Bercerita
B.Pentingnya Bercerita Bagi Perkembangan Anak
C. Manfaat Bercerita Bagi Perkembangan Anak
D. Kegiatan Bercerita Disekolah
BAB V PENUTUP
A. Penutup
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
***
BAB III
PEMBAHASAN
A. CARA GURU DALAM MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BAHASA ANAK MELALUI BERCERITA
Cerita memang menyenangkan anak sebagai penikmatnya, karena bercerita memberikan bahan lain dari ssi kehidupan manusia, dan pengalaman hidup. Pada saat menyimak cerita, sesunguhnya anak-anak memutuskan hubungan dengan dunia nyata untuk sementara waktu, masuk kedalam dunia imajinatif yang bersifat pribadi, cerita secara lisan yang disampaikan pencerita memiliki karakteristik tertentu. Semakin pandai seseorang bercerita semakin kuat pengaruh kata-katanya pada anak. Untuk dapat melakukan pengaruh pada anak seorang pencerita harus memahami bagaimana cara anak berfikir menurut pandangan psikologis dan bagaimana memandang diri dari dunianya secara realita.
Petama kali anak memilki apa yang dimaksud dengan “dunianya” yaitu segala sesuatu yang melatarbelakangi dan mampu difikirkannya tanpa melakukan validasi (pengecekan) terhadap dunia yang sesunguhnya. Contohnya seorang anak memiliki keyakinan bahwa dirinya bisa terbang, dirinya bisa berenang bagai seekor ikan, dan lain-lain. Menurut meraka hal ini adalah kenyataan, oleh karena itu guru dapat memanfaatkannya untuk pembelajaran dan dapat dijadikan bahan kegiatan bercerita. Kedua, anak perlu memahami “kenyataan” yang seharusnya yaitu bahwa disamping alam befikir yang bebas anak harus dihadapkan pada realita yang sesungguhnya, contohnya: api itu panas dan dapat menyebabkan luka jika mengenai badan/kulit.
Sedangkan seorang guru dalam menyampaikan agar menarik dan anak dapat berkonsentrasi dalam mendengarkan cerita yaitu dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan suara yang keras, memberi penugasan kepada anak setelah medengarkan cerita, menggunakan medoia dalam bercerita, selingi dengan hiburan atau bernyanyi.
Cerita yang menarik adalah cerita mengenai diri dan imajinasi pendengarnya, oleh karena itu penceritaan terhadap anak perlu menggabungkan kemapuan melihat realita dan kemampuan berfikir yang bebas,imajinasi yang ditambah dengan kelucuan dan hiburan dalam cerita yang disampaikan sehingga anak tidak bosan mendengarnya dan dapat membangkitkan imajinasi mereka. Disamping itu seorang guru sebelum menyampaikan cerita terlebih dahulu menentukan kriteria-kriteria sebagai berikut:
1. Tema
Tema adalah makna yang terkandung didalam sebuah cerita.Untuk anak TK cerita yang diberikan sebaiknya memiliki tema tunggal, berupa tema sosial maupun tema ke-Tuhanan. Tema yang lain misalnya tema moral dan kemanusiaan. Disamping itu tema yang disampaikan hendaknya bersifat tradisional misalnya cerita tentang pertentangan baik dan buruk.
2. Amanat
Amanat adalah ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang dalam karyanya (Sudjiman,1992;57). Amanat untuk cerita anakanak harus ada didalam cerita atau dongeng, baik ditampilkan secara eksplisif maupu implisif, baik dinyatakan melalui para tokohnya, maupun oleh penceritanya.
3. Plot atau alur cerita
Plot adalah peristiwa-peristiwa naratif yang disusun dalam serangkaian waktu. Karena kemampuan logika anak TK belum berkembang maksimal, maka plot yang disampaikan dalam cerita cenderung sederhana tidak terlalu sulit.
4. Tokoh dan penokohan
Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami berbagai peristiwa dalam cerita. Anak TK memerlukan tokoh cerita yang jelas dan sederhana. Tokoh-tokoh sederhana membantu anak-anak dalam mengidentifikasi tokoh jahat dan tokoh baik.
5. Sudut Pandang
Sudut pandang merupakan salah satu sarana cerita (Stanton, 1973). Dalam cerita lisan untuk anak TK menggunakan kata “dia” baru sebagai pembawa cerita dituntut untuk dapat membawakan dialog dengan baik, sehingga katakter tokoh dapat diidentifikasi anak.
6. Latar
Latar adalah unsur cerita yang menunjukkan kepada penikmatnya dimana dan kapan kejadian-kejadian dalam cerita berlangsung. Cerita anak boleh terjadi dalam latar atau setting apapun asal sesuai dengan perkembangan kognsi dan moral anak-anak. Adapun setting waktu yang tepat adalah yang sesuai dengan tingkat perkembangan bahasa anak seperti besok dan sekarang.
7. Sarana Kebahasaan
Agar apa yang disampaikan itu sampai kepada penikmatnya yang dituju, bahasa yang digunakan harus disesuaikan dengan tingkat usia, sosial dan pendidikan penikmatnya. Bahasa cerita untuk anak-anak ditandai dengan ciri-ciri bentuk kebahasaan seperti pilihan kata, struktur kalimat dan bentuk-bentuk bahasa tertentu. Pada dongeng, sebagai bagian dari cerita rakyat, sarana kebahasaan cenderung tetap pada bagian awal dan akhir, seperti “pada suatu hari… dan akhirnya mereka bahagia”.
B. PENTINGNYA BERCERITA BAGI PERKEMBANGAN ANAK
Banyak orang tidak menyadari betapa besar pengaruh cerita bagi perkembangan bahasa anak, bahkan sampai membentuk budayanya. Pengaruh cerita, membaca cerita dan bercerita yang demikian besar menjadi salah satu alasan bagaimana cerita yang baik.
Cerita juga dapat digunakan oleh orang tua dan guru sebagai sarana mendidik dan membentuk kepribadian anak melalui pendekatan transmisi budaya (Suyanto & Abbas,2001). Melalui kegiatan ini, transmisi budaya terjadi secara alamiah, bawah sadar dan akumulatif hingga jalin menjalin membentuk kepribadian anak. Bercerita menjadi sesuatu yang penting bagi anak karena beberapa alasan:
1. Bercerita merupakan alat pendidikan budi pkerti yang paling mudah di cerna anak
2. Bercerita merupakan metode dan materi yang dapat di integrasikan dengan dasar
ketrampilan lain, yakni berbicara, membaca dan menulis.
3. Bercerita memberi ruang lingkup yang bebas pada anak untuk mengembangan
kemampuan bersimpati dan berempati
4. Bercerita memberikan “pelajaran” budaya dan budi pekerti yang memiliki retensi
lebih kuat dari pada “pelajaran” budi pekerti yang diberikan melalui penuturan
atau perintah langsung.
5. Bercerita memberi contoh pada anak bagaimana menyikapi suatu permasalan
dengan baik, sekaligu memberi “pelajaran” pada anak bagaimana cara
mengendalikan keinginan-keinginan yang dinilai negative oleh masyarakat.
Arti pentingnya cerita bagi perkembangan anak tidak dapat dilepaskan dari kemampuan guru dalam mentransmisikan nilai-nilai luhur kehidupan dalam bentuk cerita atau dongeng.Kemampuan gurulah yang sebenarnya menjadi tolak ukur kebermaknaan bercerita. Tanpa itu dongeng dan cerita tidak akan memberikan makna apa-apa bagi anak.
C. MANFAAT BERCERITA BAGI PERKEMBANGAN ANAK
Cerita merupakan kebutuhan universal manusia, dari anak-anak hingga orang dewasa. Bagi anak-anak, cerita tidak sekedar memberi manfaat emotif tetapi juga membantu pertumbuhan mereka dalam berbagai aspek. Oleh karena itu bercerita merupakan aktivitas penting dan tak terpisahkan dalam program pendidikan untuk anak usia dini. Cerita bagi anak memiliki manfaat yang sama pentingnya dengan aktivitas dan program pendidikan itu sendiri. Ditinjau dari berbagai aspek, manfaat tersebut akan diuraikan sebagai berikut:
1. Membantu pembentukan pribadi dan moral anak. Cerita sangat efektif untuk mempengaruhi cara berfikir dan cara berperilaku anak karena mereka senang mendengarkan cerita walaupun dibacakan secara berulang-ulang. Pengulangan imajinasi anak, dan nilai kedekatan guru dan orang tua membuat cerita menjadi efektif untuk mempengaruhi cara berfikir mereka.
Cerita mendorong perkembangan moral anak karena beberapa sebab, yaitu sebagai berikut:
a. Menghadapkan siswa kepada situasi yang mengandung “konsiderasi” yang sedapat mungkin mirip dengan yang dihadapi siswa dalam kehidupan.
b. Cerita dapat memancing siswa menganalisis situasi, dengan melihat bukan hanya yang nampak tetapi juga sesuatu yang tersirat didalamnya, untuk menemukan isyarat-isyarat halus yang tersembunyi tentang perasaan, kebutuhan dan kepentingan orang lain.
c. Cerita mendorong siswa untuk menelaah perasaan sendiri sebelum ia mendengar respon orang lain untuk dibandingkan.
d. Cerita mengembangkan rasa konsiderasi yaitu pemahaman dan penghayatan atas apa yang diucapkan/dirasakan tokoh hingga akhirnya anak memiliki konsiderasi terhadap tokoh lain dalam alam nyata (Nasution,1989:162-163).
2. Menyalurkan kebutuhan imajinasi dan fantasi. Anak-anak membutuhkan penyaluran imajinasi dan fantasi tentang berbagai hal yang selalu muncul dalam pikiirannya. Masa usia pra sekolah merupakan masa-masa aktif anak berimajinasi. Tak jarang anak “mengarang” suatu cerita sehingga oleh sebagian orang tua dianggap sebagai kebohongan. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya, imajinasi anak-anak sedang membutuhkan penyaluran. Salah satu tempat yang tepat adalah cerita.
Anak membutuhkan dongeng atau cerita karena beberapa hal:
a. Anak membangun gambaran-gambaran mental pada saat guru memperdengarkan kata-kata yang melukiskan kejadian.
b. Anak memperoleh gambaran yang beragam sesuai dengan latar belakang pengetahun dan pengalaman masing-masing.
c. Anak memperoleh kebebasan untuk melakukan pilihan secara mental.
d. Anak memperoleh kesempatan menangkap imajinasi dan citraan- citraan cerita: citraan gerak, citraan visual, dan auditif.
3. Memacu kemampuan verbal anak. Cerita yang bagus tidak sekedar menghibur tetapi juga mendidik, sekaligus merangsang perkembangan komponen kecerdasan linguistik yang paling penting yakni kemampuan menggunakan bahasa untuk mencapai sasaran praktis. Selama menyimak cerita, anak belajar bagaimana bunyibunyi yang bermakna diajarkan dengan benar, bagaimana kata-kata disusun secara logis dan mudah dipahami, bagaimana konteks dan konteks berfungsi dalam makna.
Memacu kecerdasan linguistik merupakan kegiatan yang sangat penting. Pernyataan ini didukung oleh pendapat sejumlah ahli, bahwa diantara komponen kecerdasan yang lain, kecerdasan linguistiklah yang mungkin merupakan kecerdasan yang paling universal.
Cerita mendorong anak bukan saja senang menyimak cerita, tetapi juga senang bercerita atau berbicara. Anak belajar tentang tata cara berdialog dan bernarasi dan terangsang untuk menirukannya. Kemampuan pragmatik terstimulasi karena dalam cerita ada negosiasi, pola tindak-tutur yang baik seperti menyuruh, melarang, berjanji, mematuhi larangan dan memuji.
Memacu kemampuan bercerita anak merupakan sesuatu yang penting, karena beberapa alasan, yaitu pertama anak memiliki kosa kata cenderung berhasil dalam meraih prestasi akademik. Kedua, anak yang pandai berbicara memperoleh perhatian dari orang lain. Hal ini penting karena pada hakikatnya anak senang menjadi pusat perhatian dari orang lain.
Ketiga, anak yang pandai berbicara mampu membina hubungan dengan orang lain dan dapat memerankan kepemimpinannya dari pada anak yang tidak dapat berbicara. Berbicara baik mengisyaratkan latar belakang yang baik pula. Keempat, anak yang pandai berbicara akan memiliki kepercayaan diri dan penilaian diri yang positif, terutama setelah mendengar komentar orang tentang dirinya.
4. Merangsang Minat menulis. Pengaruh cerita terhadap kecerdasan bahasa anak diakui oleh Leonhardt. Menurutnya cerita memancing rasa kebahasaan anak . anak yang gemar mendengar dan membaca cerita akan memiliki kemampuan berbicara, menulis dan memahami gagasan rumit secara lebih baik (Leonhardt,1997:27). Ini berarti selain memacu kemampuan berbicara, menyimak cerita juga merangsang minat menulis anak.
5. Merangsang minat baca anak. Bercerita dengan media buku, menjadi stimulasi yang efektif bagi anak TK, karena pada waktu itu minat baca pada anak mulai tumbuh. Minat itulah yang harus diberi lahan yang tepat, antara lain melalui kegiatan bercerita.
Menstimulasi minat baca anak lebih penting dari pada mengajar mereka membaca, menstimulasi memberi efek yang menyenangkan, sedangkan mengajar seringkali justru membunuh minat baca anak, apalagi bila hal tersebut dilakukan secara dipaksa.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk memupuk minat baca anak berkaitan dengan bercerita adalah sebagai berikut:
a. Biarkan anak memilih sendiri buku cerita yang dibacakan guru. Dalam hal ini, guru mempersiapkan beberapa buku yang hendak dibacakan, dan anak memilih buku cerita mana yang akan dibacakan guru.
b. Persiapkan buku-buku yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak, baik tulisan, piliha kata, isi cerita, panjang cerita, maupun ilustrasinya.
c. Bawalah anak –anak ke perpustakaaan atau TK yang menyediakan bahan bacaan.
d. Bacakanlah cerita dengan lafal yang baik dan menarik. Tunjukkan jari kelambang tulis.
6. Membuka cakrawala pengetahuan anak. Setiap anak pada hakekatnya sangat tertarik untuk mengenal dunia, dan karena dunia ini cenderung berkaitan dengan budaya dan identitas banyak orang, maka anak juga tertarik untuk mengenal budaya dan ras lain. Cerita kadang menyimpan daya rangsang tinggi untuk memicu daya eksplorasi anak tentang lingkungan.
Kegiatan bercerita dapat memperluas wawasan dan cara berfikir anak, sebab dalam kegiatan bercerita anak mendapat tambahan pengalaman yang bisa jadi merupakan hal baru baginya, atau juga seandainya bukan merupakan hal baru tentu akan mendapatkan kesempatan untuk mengulang kembali ingatan akan hal yang pernah didapat atau dialaminya.
D. KEGIATAN BERCERITA DI SEKOLAH
Untuk menyajikan secara menarik, diperlukan beberapa persiapan, mulai dari memilih jenis cerita, menyiapkan tempat, panyiapan alat peraga dan sebagainya hingga penyajian cerita.
1. Memilah dan memilih materi cerita
Diantara berbagai jenis cerita, cerita tentang pengalaman seseorang dan faktor tradisional merupakan sumber cerita terbaik bagi anak-anak.
a. Jenis cerita
Dalam program pembelajaran di TK, cerita dapat digolongkan menjadi tiga, yakni cerita untuk program inti, cerita untuk program pembuka, dan cerita untuk tujuan rekreasi pada akhir program. Cerita untuk program inti, digunakan dalam kegiatan inti cerita ini disampaikan oleh guru sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin di capai. Misalnya cerita tentang Bebek si buruk rupa. Ceria ini menggambarkan seekor bebek yang buruk rupanya, tetapi hatinya baik, suka menolong dan sebagainya. Tujuan pembelajaran ini, guru ingin menanamkan rasa saling tolong menolong, tidak membeda- bedakan teman. Cerita untuk program pembuka dan penutup, disampaikan pada kegiatan inti dan penutup yang menyampaikan adalah anak, seorang guru hanya memberikan stimulasi, misalnya dalam kegiatan berbagi cerita tentang pengalaman naik sepeda dan sebagainya. Sedangkan cerita untuk tujuan rekreasi pada akhir program, cerita ini disampaikan oleh anak setelah liburan sekolah.
Untuk jenis cerita anak yang banyak disukai adalah cerita fabel karena anak sedang senang dengan binatang-binatang peliharaan.
2. Pengelolaan kelas untuk bercerita
Pengelolaan kelas merupakan upaya dalam mendayagunakan potensi kelas (Sudirman,1987:310).pengelolaan kelas dengan baik seorang guru perlu memperhatikan aspek-aspek pengelolaan kelas yang terdiri:
a. Pengorganisasian siswa
Bentuk pengelompokan anak-anak yang akan dilibatkan atau diajak berinteraksi dalam penceritaan terlebih dahulu guna mengetahui hubungan sosial antar anak dalam kelas.
b. Penugasan kelas
Dalam kegiatan bercerita, penugasan kelas dapat dilakukan dengan meminta anak-anak untuk mencari tokoh utama dalam cerita mengingatnya dan menyebutkan kembali sifat-sifatnya. Tentunya tugas tersebut dikomunikasikan terlebih dahulu sebelum penceritaan berlangsung.
c. Disiplin kelas
Dalam kegiatan bercerita di TK, bentuk-bentuk disiplin kelas tentu harus disesuaikan dengan karakteristik anak usia dini. Dalam melakukan peceritaannya seorang guru tetap perlu menenangkan muridnya untuk mendengarkan pesan melalui ceritanya. Proses menenangkan murid perlu dilakukan dengan cara mendidik, tidak disertai dengan ancaman dilakuan dengan mengikat perhatian mereka melalui cerita yang disajikan dengan menarik sehingga tidak membuat anak sibuk sendiri.
d. Pembimbingan siswa
Dalam kegiatan bercerita, bimbingan yang diperlukan dapat berbentuk pemberian informasi sejelas-jelasnya tentang proses dan tujuan cerita yang akan disampaikan serta kemungkinan permasalahan yang muncul dalam memahami pembelajaran yang akan diikutinya.
3. Pengelolaan tempat untuk bercerita
a. Penataan tempat untuk bercerita
Tempat duduk sisa dalam kegiatan bercerita perlu mendapatkan perhatian yang serius. Sebab tempat duduk berkaitan dengan banyak hal. Keterkaitan itu adalah; interaksi guru dan siswa, karakteristik materi penceritaan, media pembelajaran yang digunakan dalam penceritaan.Oleh karena, itu tempat duduk siswa sangat berpengaruh dalam keberhasilan kegiatan bercerita.
Aktifitas bercerita tidak harus dilakukan didalam kelas, kegiatan bercerita dapat dilakukan dimanapun asal memenuhi kriteria kebersihan, keamanan dan kenyamanan. Jika jumlah anak sedikit, bercerita dapat dilakukan diberbagai tempat seperti di teras, di bawah pohon, dan lain sebagainya. Pada prinsipnya yang penting tempat tersebut dapat menampung semua anak, teduh, bersih dan aman.
Apabila jumlah anak relatif banyak sebaiknya dipilih tempat yang lebih luas. Ruang kelas merupakan tempat yang paling representatif (memenuhi persyaratan) yang lebih baik lagi apabila cerita yang disampaikan ditempat yang berkaitan. Misalnya: Monumen Yogya kembali, disampaikan di Yogyakarta.
b. Posisi media
Penempatan dalam ruangan perlu memperhatikan beberapa aspek. Keterjangkauan menjadi prioritas bahwa semua media yang akan dipakai mudah dijangkau oleh guru sehingga tidak mengganggu proses penceritaan. Aspek lain yang perlu diperhatikan adalah keselamatan media terhadap kemungkinan gangguan yang muncul berasal dari murid-murid sendiri. Untuk itu yang perlu dilakukan adalah peraturan akan murid, guru dan media dengan baik.
Media yang biasa digunakan disekolah adalah buku cerita, gambar dan boneka. Bercerita dengan media buku dipilih apabila guru memiliki keterbatasan pengalaman. Disamping itu membiasakan cerita dalam buku memiliki kelebihan dan kelemahan yang harus diatasi guru.
Beberapa keuntungan tersebut yaitu:
1) Mebacakan cerita dalam buku merupakan demonstrasi terbaik bagaimana mencintai buku.
2) Buku merupakan sumber ide terbaik.
3) Ketika menyimak tulisan, anak memiliki kesempatan untuk memprediksi kata dari kelanjutan cerita.
4) Keberadaan buku mendorong anak untuk belajar “membacanya” sendiri begitu kegiatan bercerita selesai (Wright,1998:13).
5) Bercerita dengan alat peraga buku memilki pengaruh yang positif dalam memunculkan kemampuan keberaksaraan dan mendorong tumbuhnya kesiapan baca pada anak.
Bercerita dengan media gambar digunakan untuk menyampaikan dongeng kepada anak meliputi gambar seri dalam bentuk kertas lepas dan buku serta gambar didepan flannel. Sedangkan bercerita dengan media boneka, membutuhkan persiapan yang lebih matang terutama persiapan memainkan boneka. Beberapa jenis boneka yang dapat digunakan sebagai alat peraga bercerita, yakni boneka gagang (termasuk didalamnya wayang), boneka gantung, boneka tangan dan boneka tempel.
c. Penataan Ruang Cerita
Kegiatan bercerita di TK dapat dilakukan dimana saja. Pelaksanaanya dapat dilakukan didalma maupun diluar kelas. Jika penceritaan dilakukan di dalam kelas, maka kelas perlu dtata untuk memberikan dukungan penceritaan. Penataan tersebut meliputi ventilasi, tata cahaya dan tata warna. Sedangkan penataan yang dilakukan di luar kelas membutuhkan beberapa hal yang perlu diperhatikan diantaranya:
1) Kesesuaian tuntutan cerita
2) Keamanan
3) Kenyamanan
4. Strategi Penyamain cerita untuk anak
Kegiatan bercerita di sekolah dapat dilakukan dengan baik, apabila sebelumnya dipersiapkan terlebih dahulu, tidak hanya itu saja peran seorang guru disini juga sangat berperan penting, untuk memberikan suasana yang menyenangkan agar anak dalam mendengarkan cerita atau bercerita dengan hati yang senang. Karena pada prinsipnya belajar di TK itu belajar sambil bermain.Oleh karena itu seorang guru harus mempunyai metode yang tepat dalam menyampaikan kegiatan bercerita, strategi tersebut yaitu:
a. Straregi Storytelling
Straregi Storytelling merupakan penceritaan cerita yang dilakukan secara terencana dengan menggunakan boneka, atau benda-benda visual, metode ini bertujuan untuk menghasilkan kemampuan berbahasa anak. Penggunaan metide ini dibutuhkan untuk melatih dan membentuk ketrampilan berbicara, pengembangkan daya nalar, dan pengembanangkan imajinasi anak. Metode ini contohnya seperti metode sandiwara boneka, metode bermain peran, metode bercakap- cakap dan metode tanya jawab.
Sampai di sini
b. Strategi Reproduksi Cerita
Strategi reproduksi cerita adalah kegiatan belajar mengajar bercerita
kembali cerita yang didengar. Tujuan kegiatan ini sama dengan tujuan
straregi Storytelling. Strategi ini dimulai setelah guru
bercerita,kemudian anak diminta menceritakan cerita itu sesuai dengan
daya tangkap anak.
c. Strategi Simulasi Kreatif
Strategi simulasi kreatif dilaksanakan untuk memanipulasi kegiatan
belajar sambil bermain dari penggalan dialog cerita atau bermain peran
membawakan tokoh-tokoh dalam cerita.
29
BAB V
PENUTUP
A. SIMPULAN
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan, maka penulis
menyampaikan kesimpulan sebagai berikut:
1. Bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat penting dalam kehidupan
manusia karena disamping berfungsi sebagai alat untuk menyatakan
pikiran dan perasaan kepada orang lain, juga sekaligus sebagai alat untuk
memahami perasaan dan pikiran orang lain.
2. Melalui bercerita, kosa kata anak akan bertambah, hal inilah yang dapat
membantu dalam mengembangkan bahasa mereka.
3. Bercerita membantu pembentukan pribadi dan moral anak, menyalurkan
kebutuhan imajinasi, memacu kemampuan verbal anak, merangsang minat
menulis anak, merangsang minat baca anak, membuka cakrawala
pengetahuan anak.
4. Cerita yang baik adalah cerita yang memenuhi kriteria seperti tema,
amanat, plot, tokoh dan penokohan, sudut pandang, latar dan sarana
kebahasaan.
5. Jenis cerita dibagi menjadi dua yang pertama cerita lama meliputi:
dongeng, hikayat, cerita berbingkai, cerita panji dan tambo. Yang kedua
cerita baru.
30
6. Kegiatan bercerita di sekolah, harus dipersiapkan terlebih dahulu yaitu
dengan memilah dan memilih materi cerita, pengelolaan kelas untuk
bercerita, pengelolaan tempat untuk bercerita.
7. Strategi penyampaian cerita untuk anak dilakuan dengan cara Story telling,
reroduksi cerita dan simulasi kratif.
B. SARAN
Salah satu Tugas Akhir ini adalah untuk memperkaya pengetahuan, di
bawah ini dikemukakan saran sebagai berikut:
1. Tugas Akhir untuk menambah wawasan pembaca tentang pengetahuan,
ketrampilan dan sikap tentang pembelajaran cerita anak. Oleh karena itu,
kehadiran Tugas Akhir ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk
kebutuhan pengembanagn ilmu.
2. Dalam penyajian cerita hendaknya diperhatikan langkah-langkah
penyusunan persiapan pelaksanaan cerita. Dengan upaya ini di harapkan
cerita dapat berfungsi secara maskimal dan sesuai dengan tujuan yang
diharapkan.
3. Strategi penyampain cerita story telling, reproduksi cerita dan simulasi
kreatif dapat dimanfaatkan oleh orang tua, guru dan calon guru TK untuk
meningkatkan keptrampilan menyajikan cerita yang menyenangkan anak
yang kreatif dan efisien. Terutama untuk mengembangkan bahasa anak.
31
DAFTAR PUSTAKA
Bachri, S Bachtiar. 2005. Pengembangan Kegiatan Bercerita, Teknik dan
Prosedurnya. Jakarta: Depdikbud
Hurlock, B Elizabeth. 1997. Perkembangan Anak Jilid I. Jakarta: Erlangga.
Musfiroh, Tadkiroatun. 2005. Bercerita Untuk Anak Usia Dini. Jakarta:
Depdiknas.
Nur Aeni E. 2000. Metode Pengembangan Kemampuan Berbahasa. Jakarta:
Depdiknas.
Saleh, Chasimar, dkk. 1991. Pedoman guru Bidang Pengembangan
Kemampuan Berbahasa di TK. Jakarta: Depdikbud.
Soeparmoto, dkk. 2004. Psikologi Perkembangan. Semarang: UNNES Press.
Widodo, Isye. 2002. Sampai Dimana Kemampuan Anak Prasekolah. Jakarta:
Klinik Peka
Langganan:
Postingan (Atom)